Sahabat, Cinta
"Nyit, kalo gitu aku mau dong jadi sahabat kamu. Jadiin aku sahabat kamu ya! Biar kamu juga punya perhatian kayak gini ke aku," sorot mata Dimas lurus pada dinding putih rumah sakit.
Anggit hanya menoleh sekilas. Memandang Dimas dengan raut tidak mengerti. Kemudian kembali meremas tangannya.
Kekhawatirannya belum sirna. Tepat di ruang ICU terbujur lemah Adit yang baru saja mengalami kecelakaan. Benturan dan lukanya tidak parah tetapi dokter menyarankan agar Adit beristirahat lebih lama.
--------------------
"Seharusnya lo gak usah repot nganter gue, Dim! Lo juga kan kecelakaan bareng Adit. Mestinya ikutan dirawat. But anyway, thanks ya," Anggit berlalu memasuki pagar rumah setelah menepuk pundak Dimas, tanda terima kasih.
"Eh Nyit!"
"Apa?"
"Omongan gue di rumah sakit tadi ...."
"Gue tau kok lo bercanda. Santai aja, Dim! Gue masuk ya, bye!"
Mulutnya tidak lagi berhasil mengeluarkan sepatah katapun. Ada keresahan. Ada rasa tersekap. Ada kata terbungkam. Tersisa kecewa dan kepengecutan.
--------------------
"Buruan makan biar cepet sembuh! Aaaaaa...," sesendok makan penuh berisi nasi beserta lauk terlahap dalam mulut Adit.
"Dim, makasih ya udah nolongin bawa gue ke rumah sakit. Gue boleh minta tolong lagi gk sama lo? Pulangin nih cewe bawel. Gue mau leye-leye lagi. Hehe...."
Sebuah jitakan mendarat di kepala Adit. "AUW... SAKIT!!!" Jeritnya.
"Yaudah gue pulang!"
Anggit pergi dengan kesal, meninggalkan Adit yang tertawa jahil dan Dimas yang bertanya-tanya dan tidak habis pikir pada persahabatan mereka.
"Santai aja, Dim! Haha...."
--------------------
Anggit termenung di bangku taman rumah sakit. Imajinasinya menerawang liar. Bunga Flamboyan berterbangan cantik tertiup angin sore. Senja hari ini tampak malu tertutup mendung. Ada hati tertusuk. Ada mata nanar. Ada rasa tersekap. Ada kata terbungkam. Ada pikiran tanpa arah.
"Sudah sadar! Sudah boleh dijenguk, Nyit!" Suara itu memecah lamunan.
Anggit melihat sekeliling. Tidak ada siapapun. Hanya dia sendiri di taman megah ini. Suara itu mungkin hanya khayalannya saja. Mustahil. Andai waktu bisa diulang. Air matanya merekah tanpa permisi. Harapannya membumbung tinggi meminta dipenuhi.
--------------------
Di ruang ICU, pecah tangis Anggit tidak berhenti. Genggaman tangan yang tak ingin terlepas. Pupus sudah harapan. Jiwa itu telah tenang berpulang. Senyum manis dalam balutan wajah tentramnya telah tertutup kain putih.
Begitulah hidup. Ada kepergian dan kedatangan. Bahwa segalanya tidak pernah abadi adalah kepastian. Bahwa waktu tidak pernah kembali adalah kesempurnaan. Pagi ini wajah Anggit tertutup awan kelabu.
--------------------
"Aku baik-baik aja, Nyit! Jelek! Buruan hapus air matanya. Aku gak akan kemana-mana kok. Aku akan temenin kamu terus di sini."
"Bohong! Jangan sok kuat! Kenapa kamu gak bilang kalau kamu sakit? Kenapa sembunyiin hal penting kayak gini? Gimana kamu bisa jagain aku kalo kamu sakit?"
"..."
"Kenapa senyum-senyum? Ngeledek ya? Aku lagi gak ngelucu!"
"Nyit, kalo gitu aku mau dong jadi sahabat kamu. Jadiin aku sahabat kamu ya! Biar kamu juga punya perhatian kayak gini ke aku."
"Apaan sih? Aku gak pernah mau jadi sahabat kamu karena kamu adalah cinta. Dan gak ada cinta dalam sahabat. Jadi berhenti untuk minta jadi sahabat aku. Adit adalah sahabat dan kamu, Dimas, adalah cinta untuk Onyit .... "
Mata Dimas menutup. Genggaman tangannya lepas sebelum Anggit berhasil menyelesaikan ungkapan perasaannya. Entah sejak kapan kesadaran Dimas menghilang. Dimas berpulang.
--------------------
"Ayo pulang, Nyit!"
Hanya air mata yang tersisa.
"Cinta lo memang pergi, tetapi sahabat lo masih di sini. Di dunia. Sejak Dimas sakit, gue kehilangan Onyit. Balik lagi dong jadi cewe bawel. Hehe...." Cubitan kedua tangan Adit mendarat tepat di kedua pipi Anggit yang gembil.
Anggit malas-malas menepis kedua tangan Adit. Senyumnya mengembang meski masih begitu pahit.
"Onyit pulang dulu ya Dim. Makasih selalu jaga aku dan Adit. Tenang di sana. Aku akan rindu kamu, tapi sebelumnya mau bunuh cowo rese' satu ini!" Mata Anggit menyala. Meskipun luka masih menganga. Namun, dia tidak ingin ada lagi penyesalan.
Cinta mungkin tidak pernah hadir dalam sahabat. Walaupun sahabat bisa saja menghadirkan cinta.
Mana komenan uncle ka? Wkwk
BalasHapusBukan di sini put -_-
HapusDimasnya meninggal ya
BalasHapusIya..hiks..
HapusDimasnya meninggal ya
BalasHapusKasihaaan.... berasa nonton sinetron kak baca ceritanya
BalasHapusbiar kekinian :)
Hapus