Membunuh Rasa
Tutup matamu. Bayangkan sebuah jeruk nipis ada dalam pegangan tanganmu. Jeruk nipis itu sudah terbelah dan wangi asam merebak ke sekitar. Termasuk juga ikut menyelinap masuk dalam hirupan oksigen di hidungmu. Rasanya mulai sumringah. Udara siang yang terik dan kering membuat butiran halus mencair. Iya. Jeruk nipis itu baru saja kamu ambil dari lemari es. Bahkan dinginnya masih menjalar di setiap jemari.
Tanganmu beringsut datang pada katup mulut yang mulai membuka. Dengan sedikit tekanan, tetes air jeruk nipis jatuh di lapisan terluar lidahmu. Hmm... tetesan air jeruk nipis terlarut bersama air liurmu. Sensor indera perasa pada lidahmu mulai menyampaikan pesan berupa aliran ke otak. Kemudian aliran tersebut diterjemahkan. Ada rasa masam dan kecut. Bukannya jera, air liurmu semakin terangsang untuk berproduksi. Berusaha menetralkan rasa masam itu.
Kini. Ketika kamu membuka mata. Sesungguhnya tidak pernah ada jeruk nipis dalam pegangan tanganmu. Namun anehnya, rasa masam dan kecut itu masih menjalar di lidah. Belum bisa hilang. Terlebih air liur juga masih terasa memenuhi rongga mulut. Jeruk nipis tidak pernah ada apalagi tetesan airnya, lantas bagaimana rasa masam dan kecutnya terasa hingga detik ini?
Begitulah, salah satu keajaiban Tuhan. Diciptakan manusia dengan begitu unik dan spesial. Meskipun kecil, tetapi pada otak berkumpul milyaran sel. Walaupun tidak kasat mata, tetapi ada kalbu yang selalu menuntun perkara benar dan salah.
Sungguh imajinasi otak tidak pernah terbatas. Kita mampu menjadi siapa dan apapun dalam proyeksinya. Seperti jeruk nipis yang tidak pernah ada, tetapi rasa masamnya bisa kita rasakan. Bukankah tidak ada mustahil jika kita mengatur otak kita untuk hal positif lain? Tidak hanya menciptakan rasa. Bahkan membunuh rasa juga pasti bisa dilakukan otak kita.
Saat muncul banyak masalah. Bunuh rasa kecewa, sedih, marah dan dendam dengan mengatur imajinasi pada otak bahwa tidak pernah terjadi apapun. Bahwa tidak ada permasalahan yang besar yang mewajibkan kita untuk merasakan perasaan negatif itu.
Selalu bayangkan hal positif. Turunkan rasa-rasa baik pada setiap indera yang kita miliki. Mata, hidung, mulut, telinga, kulit, lidah, tangan dan kaki. Bahkan sampai pada perilaku. Begitulah hidup ini kemudian akan menjadi tenang. Semua aman dan nyaman. Nyaman seperti sibakan angin lembut di tepi pantai atau harum seperti berada di hamparan bunga lavender atau tentram seperti syahdunya kicauan burung di hutan pinus.
Membunuh rasa bukan berarti kita mati rasa, melainkan kita mencoba untuk menghilangkan energi negatif dari sekitar kita. Dan bukan sulap jika hari-hari selanjutnya akan penuh canda tawa dan kebahagiaan. Karena pancaran positif dan sebaran energi positif akan terus mengalir dan menular pada orang lain.
Kini. Ketika kamu membuka mata. Sesungguhnya tidak pernah ada jeruk nipis dalam pegangan tanganmu. Namun anehnya, rasa masam dan kecut itu masih menjalar di lidah. Belum bisa hilang. Terlebih air liur juga masih terasa memenuhi rongga mulut. Jeruk nipis tidak pernah ada apalagi tetesan airnya, lantas bagaimana rasa masam dan kecutnya terasa hingga detik ini?
Begitulah, salah satu keajaiban Tuhan. Diciptakan manusia dengan begitu unik dan spesial. Meskipun kecil, tetapi pada otak berkumpul milyaran sel. Walaupun tidak kasat mata, tetapi ada kalbu yang selalu menuntun perkara benar dan salah.
Sungguh imajinasi otak tidak pernah terbatas. Kita mampu menjadi siapa dan apapun dalam proyeksinya. Seperti jeruk nipis yang tidak pernah ada, tetapi rasa masamnya bisa kita rasakan. Bukankah tidak ada mustahil jika kita mengatur otak kita untuk hal positif lain? Tidak hanya menciptakan rasa. Bahkan membunuh rasa juga pasti bisa dilakukan otak kita.
Saat muncul banyak masalah. Bunuh rasa kecewa, sedih, marah dan dendam dengan mengatur imajinasi pada otak bahwa tidak pernah terjadi apapun. Bahwa tidak ada permasalahan yang besar yang mewajibkan kita untuk merasakan perasaan negatif itu.
Selalu bayangkan hal positif. Turunkan rasa-rasa baik pada setiap indera yang kita miliki. Mata, hidung, mulut, telinga, kulit, lidah, tangan dan kaki. Bahkan sampai pada perilaku. Begitulah hidup ini kemudian akan menjadi tenang. Semua aman dan nyaman. Nyaman seperti sibakan angin lembut di tepi pantai atau harum seperti berada di hamparan bunga lavender atau tentram seperti syahdunya kicauan burung di hutan pinus.
Membunuh rasa bukan berarti kita mati rasa, melainkan kita mencoba untuk menghilangkan energi negatif dari sekitar kita. Dan bukan sulap jika hari-hari selanjutnya akan penuh canda tawa dan kebahagiaan. Karena pancaran positif dan sebaran energi positif akan terus mengalir dan menular pada orang lain.
Masih kurang teori ya..
BalasHapus