Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

Pilihan

    Selamat malam wahai pencari ridho Ilahi.     Begitu banyak pilihan yang harus kita lewati selama hidup di dunia. Segala hal ini akan terus berlangsung. Semakin lama pilihan-pilihan itu akan menjadi semakin sulit, semakin menantang, semakin besar resiko yang harus diambil dan yang terpenting adalah semakin mengerti. Pilihan yang bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga menyangkut orang lain. Pilihan.     Ya. Mungkin Allah memberikan kepercayaan untukku saat ini untuk mengerti. Aku pernah membaca sebuah tulisan yang mengatakan salah satu pilihan yang sangat penting adalah terkait pekerjaan, pendidikan dan jodoh. Kini, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan terkait semua itu. Pilihan ini tidak bisa seegois itu. Ya Allah berikanlah petunjuk Mu.     Hanya kepada Mu segala doa-doaku bermuara. Aku hanya bisa selalu berharap Engkau tidak pernah meninggalkan aku. Berharap Engkau selalu berbaik hati kepadaku yang memiliki banyak salah dan khilaf ini. Aku tidak pernah berharap apapun

Fiksi-1

    Malam ini, kembali dia memandangi langit gelap tanpa cahaya bulan dan bintang. Gadis itu tampak muram dan kesepian. Matanya perlahan meneteskan air mata. "Aku pasti sanggup melewati semua ini," gumamnya. Beberapa menit kemudian dia menyeka air mata dan ingus yang mulai mengalir masuk ke mulutnya. Perlahan dia sunggingkan senyum tipis yang masih agak berat dan kaku. Namun senyum itu semakin menguat menjadi senyum yang cantik.     "Lian!" terdengar suara wanita paruh baya dari bawah tangga rumahnya. Sontak gadis itu tergesa-gesa merapikan  dandanannya dan langsung turun menemui wanita tersebut. "Sudah Ibu katakan bahwa kamu tidak perlu lagi menangisi kepergiannya. Lelaki seperti dia banyak akan kamu temui nanti. Jangan lagi mengharapkannya. Dia juga tidak pernah memikirkanmu dan malah pergi bersama wanita lain," suara wanita paruh baya tersebut terdengar bijak dan lembut.     Tanpa berkata Lian kembali naik ke kamarnya dan menghamburkan dirinya di kasu

Hai kamu, calon kekasih halalku!

    Hai kamu, calon kekasih halalku! Beberapa hari ini aku merindukanmu. Sedang apa kamu, apakah merindukan seseorang juga yang mungkin itu adalah aku? Aku tidak pernah membayangkan bagaimana caranya kita bertemu. Menunggumu. Itulah yang saat ini aku lakukan. Aku yakin kita akan saling menemukan. Kamu akan menceritakan hidupmu yang sepi tanpa kehadiranku. Begitupun denganku yang akan menceritakan kekosongan hatiku tanpamu. Apalagi saat harus melihat teman-temanku yang satu persatu mulai melepas masa lajangnya.     Menunggumu memang menyulitkanku. Namun aku yakin saat kamu datang semua rasa itu akan lebih nikmat karena kita telah menyapa kesendirian dengan sangat baik. Kamu tahu aku begitu kaku. Apakah kamu akan berjuang untuk memenangkan hatiku dan menunjukan bahwa kamulah yang aku tunggu? Tolong aku untuk melakukannya. Karena aku benar-benar tidak mengerti tentang cinta. Aku benar-benar menjaga hatiku dengan ketat agar tidak terluka. Suatu saat ketika kita sudah bertemu akan aku ceri

Entah

    Detik ini aku merasa sangat ingin menulis. Menulis. Menulis. Menulis. Lalu menulis lagi. Aku bingung. Sepertinya aku sudah terlalu jauh pergi dari Mu. Aku merindukan Mu. Sangat. Sangat merindukan Mu. Katanya Engkau sangat dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi. Namun aku merasa Engkau begitu jauh sekali. Aku merindukan Mu Tuhan.     Aku bertekad hanya akan mengadu segala kegelisanku pada Mu. Tapi aku tak pandai berucap. Aku lebih suka menungkannya lewat rangkaian kata-kata. Engkau selalu bilang bahwa Engkau akan selalu ada untuk setiap hamba Mu, aku meyakininya. Engkau selalu berkata bahwa Engkau sama seperti prasangka hamba Mu, aku meyakininya. Engkau juga berkata bahwa Engkau tidak pernah memberikan kesulitan diatas kemampuan hamba Mu, dan aku sangat meyakininya pula.     Aku mungkin larut dalam kegelisahan dan keresahanku sendiri. Mungkin aku juga membuat hidupku menjadi sulit. Mungkin aku yang menjadikan segalanya terasa berat. Tapi aku tidak tahu bagaimana aku memulai itu s

Menyakiti diri sendiri

    Hari ini Ika teman SD ku mulai menapaki kehidupan barunya. Happy wedding Ika! Semoga aku bisa segera menyusul. Ya segera menyusul untuk menikah. Memiliki kekasih halal. Dia tidak perlu tampan dan rupawan, hanya cukup mengerti aku. Dia yang cukup luas hatinya untukku tinggali. Tempat aku pulang dan mengabdi. Aku selalu menginginkan hal tersebut. Menjaga kesucianku untuknya. Merasakan setiap kejadian pertama bersamanya.     Namun, hari ini aku menyakiti diriku sendiri. Pasti hal ini juga menyakiti dirinya. Semoga kamu tetap bisa menahannya wahai calon suamiku. Aku pun akan berusaha untuk terus menahannya. Meskipun semakin hari semakin sulit bagiku. Entah kenapa semakin sulit. Aku semakin tidak bisa menahan diriku, Ya Allah... tolonglah aku. Lindungilah aku.     Hari ini seseorang memegang tanganku dengan hangat. Meskipun tidak sengaja. Entah mengapa aku diam-diam menikmatinya. Ya Allah... aku sudah berdosa. Kenapa dia harus menggenggam tanganku? Tangannya begitu hangat dan besar. A

Kosong

    Hari ini aku belajar sesuatu. Bahwa benar apa yang ada pada dirimu hari ini adalah hasil dari dirimu kemarin. Tidak ada yang perlu disesalkan. Karena hari semua kejadian itu membuat aku lebih mengerti dan dewasa dalam menghadapi kemungkinan yang terjadi. Aku mengerti bahwa rasa kesepian yang ada dalam diriku ini adalah bentuk pencarianku kepada Nya. Aku tahu aku sudah begitu jauh darinya. Aku pikir dengan menelepon kedua sahabatku itu dapat menghilangkan segala rasa kesepian dan lara dalam jiwaku. Namun tak sesuai harapan. Kini aku lebih letih dan tak lagi bersemangat. Pasti ada yang salah dalam diriku.     Kosong. Rasanya aku tersesat. Tapi aku tahu cahaya itu menuntunku kepada- Nya. Aku harus kembali dalam pencarian panjang ini aku harus kembali. Yakinlah semua yang terjadi tetaplah dalam pengawasanNya. Jangan pernah takut untuk terus melangkah. Biarkan semua menjadi hadiah termanis. Kosong akan terisi. Sepi akan menjadi ramai.