Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

My Frozen Time

Bagian 6             Nyaris. Pintu gerbang sekolah hampir tertutup. Aku pasang cengiran kuda kepada dua satpam sekolah yang bersiap mengeluarkan amunisi omelan. Aku tetap berlalu membiarkan kedua satpam tersebut saling sahut menggerutu. Setelah memarkirkan sepeda, aku berlari tergesa menuju kelas. Semoga Ibu Sita belum datang.             Beruntung. Kursi guru masih kosong. Aku intip sekeliling ruang kelas, belum ada sosok itu. Lega napasku yang masih tersengal akibat berlari. Aku masuk dan menghampiri tempat duduk dengan tatapan penasaran dari para sahabatku.             “Tumben! Beruntung Ibu Sita membiarkan kita belajar lima belas menit sebelum kuis dimulai,” sambut Riris di sebelahku.             “Ibu Sita selalu sangat disiplin. Beruntung aku bisa sampai tepat waktu. Kejadian pagi ini sungguh tidak terduga,” sahutku sambil mengeluarkan buku Biologi dan mulai membuka halaman materi kuis. Bab Rantai Makanan dan Energi.             Sesuai waktu, Ibu Sita datang dan kuis se

My Frozen Time

Bagian 5             Aah….Bapak. Aku masih ingat betul wajahmu kala itu. Berkisah tentang masa kecilmu. Sungguh sumringah. Mungkin masa itu adalah pertama dan terakhir  kali aku melihat pribadi lain dari dirimu. Aku tidak akan pernah lupa.             Ada kejadian menarik lain setelah kisah pagi itu. Salah satu keajaiban kecil dari Tuhan yang kini membuatku geli sendiri. Kejadian ini juga menjadi salah satu   my frozen time . Selesai mendengar kisah Bapak, aku pamit berangkat ke sekolah. Tentu saja dengan sepeda coklat berkeranjang. Aku kayuh sepeda, seperti biasa. Melalui jalan biasa. Berdendang pelan mengikuti irama kayuhan. Keindahan apalagi yang aku butuhkan. Pagi itu, udara sejuk berkat hujan semalam mengiringi keberangkatanku. Syahdu sekali. Sembari bersepeda, aku pandangi hamparan sawah luas hingga ujung pandang cakrawala.             Aku selalu terhipnotis setiap kali melewati bagian jalan ini. Aku pelankan kayuhan kaki pada sepeda untuk memanjakan penglihatan mata.

Pencarian

Aku sendiri tidak benar-benar tahu apa hakekat sebenarnya dari sebuah pencarian. Pencarian tentulah cara untuk menemukan. Namun, menemukan apa atau bagaimana itu sendiri tidak ada standar pasti. Iya. Hanya bisa merasa dan menerka. Tidak ada tanda. Tidak ada kepastian. Semua melalui kepekaan dari indra yang dimiliki. Yakinlah itu hal yang tidak mudah tapi bisa dilewati. Tentang bagaimana pencarian dihentikan atau dipaksa berhenti pada suatu masa dan tempat. Saat itu tidak pernah bisa tertebak dan dielakan. Jalan utamanya adalah kepasrahan. Meskipun ada jalan memutar lain tetapi jalan akhirnya adalah kepasrahan. Tentang apa pencarian dilakukan ketika menjalankan dan menemukan mungkinkah sebuah perencanaan yang dipaksakan ataukah takdir Tuhan yang menggerakan. Tidak ada kepastian bahkan dalam kepastian itu sendiri. Sekali lagi jalan utama dan akhir adalah kepasrahan. Kemudian pencarian dan kepasrahan bersama membentuk pilihan percaya atau berusaha percaya. Kemungkinan lari dan kem

Ibu Tua

Kak, tahukah kamu, sudah seminggu ini ibu tua di pojok jalan buntu itu, yang biasa bertengger duduk di bawah pohon kersen tidak pernah tampak, yang seringkali berbagi tempat duduk dan buah kersen matang dengan kita, yang suka sekali bercerita tentang kampung halaman dan betapa cantik beliau ketika muda. Aku mulai cemas. Apakah beliau baik-baik saja? Terakhir aku lihat, beliau hanya sedikit berucap. Aneh. Beliau membagi semua bekal makan siang untukku. Beliau berkata, aku harus sehat dan kuat, maka semua makanan harus aku habiskan. Tentu aku habiskan semua makanan. Kakak pasti ingat aku suka makan. Tenang Kak, aku tidak akan lupa berucap terima kasih. Makananku belum habis, beliau izin untuk pamit dengan mata fokus pada satu arah. Aku susuri kemana mata itu melihat. Ternyata pada keluarga berpagar ukiran kayu jati yang baru saja turun dari mobil Alphard hitam. Beliau lari gapah-gopoh menghampiri mereka. Aku heran. Bukan karena rumah itu tidak berpenghuni dan banyak rumor bereda

Aku Benci 22 Desember!

Gambar
22 Desember 2016 I hate the date! Aku coret angka 22 tanpa sisa di kalender dinding dengan spidol merah. Hari ini pasti menyebalkan. Aku harus segera mengambil banyak makanan untuk sehari, membawa banyak buku bacaan dan mengisi penuh baterai mp3 player . Seharian ini, aku tidak akan beranjak dari kamar. Tidak juga peduli dengan segala aktifitas di luar. Tidak butuh waktu lama, aku sudah terbaring di ranjang bertingkat dengan earphone  di telinga dan buku Water Margin  di tangan. Aku selalu suka membaca karena buku tidak pernah sekalipun berkhianat. Aku juga gemar mendengarkan musik karena musik merupakan jeritan hati yang tidak terdengar. Tok... Tok... Tok... Tanpa permisi Ibu masuk dan mengambil buku dari tanganku. "Kamu harus berangkat ke sekolah!" Perintah Ibu sambil menarik tanganku untuk bangkit. Aku melepas tarikan tersebut. Ibu menarik tanganku kembali dengan kedua tangannya. Jauh lebih keras. Aku tidak bisa lagi mengelak. Ibu melepas

Sudah Diketuk

Gambar
Pagi ini dengan fajar, kehangatan, sinar dan mentari di langit yang sama. Seperti biasa sebelum beraktifitas, aku larutkan diri dalam terpaan udara pagi yang masih basah. Pagi ini semua kondisi sama dengan hari-hari kemarin. Hanya saja batinku kini meronta. Telah lama aku putuskan untuk pergi dari hingar bingar kerasnya dunia. Mengunci semua indra dan membangun dunia sendiri. Iya, dunia yang aku hirup sekarang sangat nyaman dan indah. Aku hanya perlu berusaha untuk diri sendiri. Tidak meminta dan tidak juga memberi. Impas. Setidaknya aku tidak mengganggu dan merusak. Hingga tadi malam, pintu naluri kemanusiaan yang sudah aku penjarakan selama bertahun-tahun terketuk dan dibuka secara paksa. Kemudian ditarik kencang keluar sel. Akibat sudah lama bersemayam, timbunan lemak yang menumpuk membuat persendiannya kaku hingga terhuyung dan terhempas. Tergeletak tepat di depan pintu penjara yang rusak. Semalam pintu rumah diketuk hebat. Tentu saja mengganggu tidur lelapku. Aku c

Jangkrik Pencari Cinta

Gambar
Part 2 Sepanjang hari, selama pelajaran berlangsung di dalam kelas, saat pelajaran olah raga di luar kelas, ketika istirahat di kantin, dan saat ekstrakulikuler sepak bola, Gril tampak tidak bersemangat. Hanya menjawab seadanya dan tidak mau diajak berbicara. Sahabat Gril heran dengan tingkah lakunya hari ini. Ketika sendiri, diam-diam Gril mengamati foto dan surat itu. “Gue harus apa?” Tanya Gril pada dirinya. Gril semakin putus asa. Tubuhnya semakin sering ber- metamorf . Beruntung kedua sahabatnya, yang merupakan teman sejak kecil dan juga tetangganya, sudah tahu bahwa Gril bukan manusia biasa. Mereka sudah terbiasa melihat dan menyembunyikan kondisi Gril ketika dia harus secara tiba-tiba ber- metamorf . Meski sangat dekat, Gril masih belum bisa menceritakan kabar aneh ini. Menjadi manusia normal, itu artinya akan menjadi seperti mereka dan meninggalkan dunia ajaib  Dae  yang penuh kesenangan.             Foto dan surat itu disimpan kembali dalam saku bajunya. Mungk

Kotak Di Dalam Kotak

Banyak pemikir besar dan hebat telah merumuskan berbagai macam teori dan filsafat mengenai kehidupan. Mulai dari asal usul manusia sampai bagaimana manusia berperilaku. Pada akhirnya teori dan filsafat itu hanya menjadi panduan untuk memprediksi. Kemungkinan kesesuaiannya tidak pernah bisa terdefinisikan. Dalamnya pola pikir manusia tidak mungkin terjangkau oleh teori apapun. Karena setiap nano mikro isi kepala manusia terbangun oleh triliunan perbedaan latar belakang dan pengalaman selama hidup. Belum lagi dicampur oleh rangsangan hormon-hormon yang sudah dan belum terjelaskan lebih spesifik. Setiap diri kita diberikan mandat kehidupan oleh Sang Pencipta bukan hanya untuk menikmati hidup. Bahkan jauh sebelum ruh kita ditiupkan, kedua sel induk telah berjuang tanpa batas. Sel sperma tidak berdiam mengikuti aliran cairan, tetapi dia bergerak dengan gesit melawan sel sperma lain atau mengkhianti arus aliran cairan hingga mencapai sel telur. Begitupun dengan sel telur, bergerak m

Jangkrik Pencari Cinta

Gambar
Sring! Gril dalam sekejab berubah menjadi jangkrik ketika melihat dua ekor tikus berlari keluar dari tempat sampah di depan rumahnya. Dua ekor tikus tersebut lari tunggang langgang karena terkejut oleh lampu sorot mobil yang berbelok. Derikan jangkrik meningkatkan kecepatan lari tikut itu. Sring! Setelah kedua tikus menghilang dalam lubang selokan, Gril kembali berubah. Gril, jaka bertubuh atletis, tampan dengan lesung pipi dalam di kedua sisi pipinya. Sigap, Gril memicingkan mata melihat sekitar, memastikan tidak ada manusia yang melihat metamorfosanya. Kemudian berjalan setengah berlari masuk dalam rumah sambil merapikan rambutnya dari serpihan pasir. "Pa, Gril pulang!" Ujar Gril sambil melemparkan tubuhnya pada sofa empuk di ruang tamu. Membenamkan wajahnya diantara tumpukan bantal sofa. "Kenapa?" Tanya Papa ketika melihat putra semata wayangnya pulang tanpa semangat. "Perubahannya semakin sering Pa! Hari ini bahkan lebih dari sepu

Untukmu yang Sedang Berjuang Di Garis Takdir

Gambar
Takdir memang misteri terbesar kehidupan. Kadang takdir tidak selalu sesuai dengan yang kita harapkan. Kadang takdir juga begitu manis, hingga tidak sempat kita lukiskan dengan kata-kata betapa hebat dan ajaibnya. Takdir sering kali hanya dikaitkan ketika kejadian yang ada tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Iya. Setelah berencana dan berusaha untuk memperoleh sesuatu tetapi gagal mendapatkannya, kita tanpa sadar berkata, "Ini adalah takdir!". Di sisi lain, ketika rencana dan usaha membuahkan hasil, kita lupa berkata bahwa, "Ini adalah takdir!". Berjuang di garis takdir berarti bentuk kepasrahan tertinggi manusia kepada Sang Pencipta. Generasi muda yang baru menyelesaikan pendidikan, kesulitan mencari pekerjaan atau belum diberi tanggung jawab besar di tempat kerja, bisa jadi sedang berjuang dalam garis takdir itu. Mereka yang masih dalam penantian mencari pasangan hidup, bisa jadi sedang berjuang dalam garis takdir itu. Bahkan mereka yang suda

Menggunakan Orang Lain

Padat, penuh sesak stasiun Lempuyangan siang ini. Liburan panjang selalu menjadi kebahagiaan tersendiri terutama bagi kaula muda dengan jiwa berpetualang tinggi. Sejauh mata memandang stasiun ini berisikan pemuda-pemudi dengan dengan   carrier   besar bertengger kokoh di pundak mereka. Hanya segelintir orang tua bersama anak mereka yang masih kecil duduk bersandar di pinggiran tembok stasiun.             Aku terdorong ke pinggir peron akibat masa penumpang semakin meningkat. Terhimpit diantara orang dan tas besar di belakang punggung mereka. Rasanya tidak sanggup menahan dorongan tersebut, aku memilih menyingkir mundur keluar dari kerumunan yang menunggu datangnya kereta api.             Kerumunan penumpang semakin tidak terkendali. Hingga terdengar seorang lelaki paruh baya menepuk pundak seorang pemuda di hadapanku.          “Tasnya ditaruh depan saja, bahaya nanti ada barang berharga yang hilang,” ucap lelaki tersebut.             “Oh…ini tidak ada yang penting, hanya baju

My Frozen Time

          Kilat petir membuyarkan kilas kenangan itu. Aku lihat lagi foto dalam genggaman. Kita sudah berbeda sekarang. Senyumku merekah ketika mengingat sesuatu. Aku keluarkan foto dari bingkai, membalik dan melihat tulisan bertinta merah agak memudar. Tulisan berisi mimpi.             “Ini fotonya selesai dicetak,” ujarku sambil meletakan bungkus berisi foto-foto di meja Riris.             Kami suka berkumpul di meja Riris karena berposisi di kiri pojok belakang ruang kelas. Di tempat ini, kami aman bercerita banyak hal. Posisinya tidak menutupi jalan dan cukup jauh dari pantulam bola nyasar yang bermain dalam ruang kelas.             “Mana lihat!” Devi semangat mengeluarkan foto-foto tersebut.             Kami larut dalam memandang setiap foto tersebut. Satu persatu kami saling menukar foto, menertawai foto dengan mimik lucu. Beberapa foto menarik diseleksi untuk disimpan.             “Eh, kita buat tulisan di belakang foto ini yuk! Tulisan tentang mimpi-mimpi kita,” uca

Si Fakir Bukan Pengemis

Hari itu, siang hari yang sangat panas. Kami bertiga duduk di bawah rindangan pohon beringin kecil. Meski kecil, pohon beringin tetap paling teduh diantara pohon lainnya. Siang itu, kami melaksanakan tugas untuk memberi tiga buah kaleng  cornet  kepada orang yang belum pernah merasakan kenikmatan cincangan daging cornet . Tentu saja pikiran kami tertuju pada fakir miskin atau orang yang kekurangan secara finansial. Beberapa pilihan tujuan kami, dimana banyak ditemukan mereka adalah terminal, stasiun, lampu merah di tengah kota, dan rumah penduduk di pinggiran aliran air besar, kali. Kami cepat berpikir ini akan sangat mudah. Namun, jauh kumbang dari bunga, sudah hampir lima jam berlalu, kaleng cornet  kami masih bertengger gagah dalam box plastik. Peluh membasahi kening kami. Khatam berkeliling terminal, kami lanjut ke stasiun, kemudian rumah penduduk di pinggir kali. Sebelum melanjutkan pencarian di lampu merah, kami mengistirahatkan kaki yang betisnya meronta telah mengencang

Menutup Mata

Busuk. Bau anyir darah bercampur air hujan merebak di pelosok desa. Pembantaian semalam oleh makhluk tidak kasat mata menjadi perbincangan viral daru mulut ke mulut. Beberapa saksi mengatakan awan pekat menyelimuti desa lalu sunyi. Beberapa desas desus menyatakan itu kutukan Mak Lampir. Beberapa lagi berbisik kiamat sudah dekat. Sebelumnya desa baik-baik saja, hingga tiga hari lalu ditemukan seorang gadis belia tanpa busana tewas di antara tanaman sawit tepat pada tengah perkebunan. Mayat itu tidak beridentitas dan penuh lebam di wajahnya sehingga tidak mampu dikenali. Penandanya hanya satu, pilinan ungu benang panjang terlilit di leher. Mungkin itu digunakan untuk mengikat rambut lurus tebal hitam panjangnya. Ternoda sudah, desa yang identik dengan rasa aman dan tentram berbalik 180 derajat. Selama tiga hari, penduduk berebut berspekulasi mengenai kematian gadis tersebut. Bahkan beberapa saling tuding karena lokasi penemuan mayat merupakan zona penjagaan ketat milik saudagar k

My Frozen Time

Di pojok kantin. “Kita pasti kangen sama semua yang ada di sini,” gumam Riris sambil menyeruput es the yang baru saja diantarkan Mang Epin. “Lihat deh! Kak Miko memang gantengnya pake banget. Keturunan bule sih, jadi mau panas-panasan juga susah diiteminnya. Beda banget sama kita. Haha…” Devi antusias menunjukan hasil jepretan dari kamera analog, tustel , warisan kakeknya. Kak Miko, salah satu murid popular di sekolah, tampan sudah pasti, jago main basket apalagi, keisengannya justru menambah karisma di kalangan murid-murid perempuan, termasuk juga di mata para sahabatku. Namun, untuk persoalan pelajaran, bias dikatakan jauh dari perhitungan. Beberapa kali di hukum mengelilingi lapangan karena ketahuan menyontek. Pernah suatu hari, Devi nekat pergi ke gereja yang sama dengan Kak Miko hanya untuk tahu seberapa religius sang pujaan hati. Tapi, bukan senang yang diperoleh malah omelan dari sang Bunda karena tidak dibenarkan untuk seenaknya ikut gereja orang lain. Keesokan hari,

Basa Basi

Bagaimana sebuah grup bisa terus berjalan dan eksis? Tentu karena ada sosok yang menjadi pusat dari grup tersebut. Tidak harus pemimpin, tetapi sosok ini selalu hadir memberikan apa yang dibutuhkan anggota grup tersebut. Bukan tidak mungkin sosok itu berasal dari anggota grup sendiri. Hal ini sah saja, selama tidak ada yang mempermasalahkannya. Namun, seiring waktu berjalan. Rasa memiliki semakin muncul. Suatu hari akan tiba saatnya bahwa center tidak sepatutnya selalu menjadi bahan perbincangan. Ada kalanya, center mengurangi sedikit keaktifannya untuk membiarkan yang lain merasakan kenikmatan menjadi center. Iya. Semua orang berbakat untuk menjadi pusat perhatian. Sementara itu, tidak semua orang mampu bertahan menjadi pusat perhatian. Karena apa? Bukan hanya perhatian positif tetapi juga akan banyak perhatian negatif. Kemudian semua akan kembali kepada kepribadian dominannya. The real center, tetap tak tergoyahkan pada posisinya karena sosok dan karismanya. Sedangkan yang la

My Frozen Time

Kini aku ambil sebuah foto dari rak buku. Foto saat aku masih duduk di bangku SMP. Aku tampak tidak terlalu berbeda dengan diriku yang sekarang. Beberapa rekanku dalam foto itu juga tidak banyak berubah. Padahal saat itu sudah terjadi hampir 10 tahun yang lalu. Kami, aku dan temanku dalam foto, masih cukup berhubungan seadanya hingga sekarang. Berbagi sapa atau hanya sekedar mengajak bermain yang ujung-ujungnya adalah sebuah wacana. Sudah biasa bagi kami. Begitulah. Bagaimana dulu foto ini bisa terjadi ya? Saat itu, kami bukan termasuk kalangan siswa elit yang pada masanya sudah diperbolehkan membawa HP ke sekolah. Mungkin lebih tepatnya bukan hanya karena tidak diperbolehkan, namun karena keterbatasan finansial keluarga kami lebih cocok sebagai alasan tepat mengapa kami tidak membawa HP ke sekolah. Karena tidak memiliki HP, bagaimana mungkin kami bisa memiliki foto bersama seperti ini? Mengernyit aku, mengingat masa itu. Berusaha aku ingat kembali masa itu. Foto ya. Tentu saja d

My Frozen Time

Di balik kaca jendela rumah, aku pandangi rintik hujan itu. Merdu suaranya laksana alunan simfoni dawai-dawai biola. Ringan dan menghangatkan. Di antara rintikan hujan itu, aku lihat aliran air mulai jatuh dalam saluran pembuangan di depan rumahku. Kala itu, sunyi sekali hanya ada aku sendiri di rumah. Tanpa sadar lamunanku membawaku melihat beberapa kilas kejadian di masa lampau. Kejadian yang kembali muncul sekilas seperti petir,   flashlight . Ketika itu aku masih duduk di bangku SMP. Untuk menjangkau sekolah, aku harus mengayuh sepeda. Ya, saat jamanku, sepeda adalah kendaraan mewah untuk bersekolah. Meskipun ada satu atau dua siswa yang di atas rata-rata membawa motor. Aku adalah gadis polos yang hanya tahu bahwa ke sekolah adalah untuk belajar. Bahkan mungkin aku tidak peduli jika hanya ada aku yang datang ke sekolah. Aku seperti rumput liar yang tidak peduli ada dimana dia tumbuh, yang dia tahu hanyalah sudah takdirnya untuk terus tumbuh. Perjalanan menuju sekolahku sang

Si Sepi

Hai sepi! Sini main-main sama aku. Tapi jangan pengaruhi pikiran ini untuk iri pada keramaian. Jangan juga rasuki hati ini sehingga keras tak punya kepedulian. Kau tahu sepi. Kadang aku mengasihanimu. Dari itu, aku mengajakmu bermain. Namun, kau sering kali jahat sehingga aku tidak berteman kecuali denganmu. Sementara kita bermain, kau menyibukkan dan membuatku asik dan mulai tidak peduli. Bahkan aku tidak sadar hal itu terjadi. Maka, ketika tersadar aku menjadi sepertimu lalu mengajakmu main kembali. Aah... Kau memang jahat. Senyum rayuanmu palsu. Berkata sepi menyenangkan dan menenangkan. Nyatanya tidak. Justru aku semakin terperosok jauh dalam kegelapan yang sunyi. Aku tak tahan tempat itu. Sungguh tidak suka. Jika kau betah di sana, tidak perlu repot membawaku. Aku suka di sini bersama keramaian.

Teriring Doa Untukmu

Hari ini, semesta berbahagia. Keputusan dua insan untuk saling menggenap demi menjaga kehormatan telah menggetarkan Arasy-Nya. Syaitan telah kalah dan limpung tidak bisa lagi menggoda dengan nikmatnya kemaksiatan. Berbahagialah kamu, di hari ini telah disempurnakan separuh ibadah. Telah juga dipertemukan dengan dia yang tertakdirkan untukmu. Kemudian hari-hari berikutnya akan disesaki lebih banyak lagi nikmat berkah dan pahala. Tentu saja, tanggung jawab besar juga menanti. Namun, ketika dua melawan satu, segala kesulitan akan mudah dihadapi. Sementara dua menjadi satu tidak mudah diatasi tetapi pilihan menggenap berarti siap dengan segala konsekuensi. Ketika standar utama adalah Sang Khalik maka yakinlah tiada yang tidak bisa dilewati. Nikmatilah segala keindahan menggenap itu karena Sang Pemberi Janji tidak akan ingkar. Menggenap adalah solusi terbaik saat kematangan dan kedewasaan iman sudah terpenuhi. Teriring selalu doa untukmu. Keberkahan dan ridho Ilahi semoga tercurah s