My Frozen Time
Di balik kaca jendela rumah, aku
pandangi rintik hujan itu. Merdu suaranya laksana alunan simfoni dawai-dawai
biola. Ringan dan menghangatkan. Di antara rintikan hujan itu, aku lihat aliran
air mulai jatuh dalam saluran pembuangan di depan rumahku. Kala itu, sunyi
sekali hanya ada aku sendiri di rumah. Tanpa sadar lamunanku membawaku melihat
beberapa kilas kejadian di masa lampau. Kejadian yang kembali muncul sekilas
seperti petir, flashlight.
Ketika itu aku masih duduk di
bangku SMP. Untuk menjangkau sekolah, aku harus mengayuh sepeda. Ya, saat
jamanku, sepeda adalah kendaraan mewah untuk bersekolah. Meskipun ada satu atau
dua siswa yang di atas rata-rata membawa motor. Aku adalah gadis polos yang
hanya tahu bahwa ke sekolah adalah untuk belajar. Bahkan mungkin aku tidak
peduli jika hanya ada aku yang datang ke sekolah. Aku seperti rumput liar yang
tidak peduli ada dimana dia tumbuh, yang dia tahu hanyalah sudah takdirnya
untuk terus tumbuh.
Perjalanan menuju sekolahku sangat
menyenangkan. Aku bisa melewati perumahan yang banyak sekali pohon berbunga
kuning di sepanjang jalan. Saat bermekaran kumpulan bunganya seperti sebuket
bunga pengantin, indah sekali. Ditambah lagi bunganya yang berwarna kuning
membuat hari begitu ceria. Sepanjang jalan itu, aku bisa terus tersenyum sambil
mengayuh sepedaku. Senangnya.
Selain itu, aku juga melewati
hamparan sawah yang sangat luas. Seru sekali. Jalan itu seperti pemandangan di
setiap gambar anak kecil. Jalanan yang membelah dua persawahan. Aku bisa
melihatnya langsung adalah salah satu anugerah terindah dalam hidupku.
Melewatinya setiap hari membuatku hampir ingat bagaimana siklus padi hidup,
dari mulai penyebaran benih hingga pengeringan gabah padi. Bahkan aku ingat
betul bagaimana orang-orangan sawah membantu mengusir gangguan burung-burung
yang sedang kelaparan.
Suara petir yang sesungguhnya
memecah lamunanku. Apa yang aku lamunkan? Masa lalu yang indah? Aaaah...rasanya
beberapa segmen itu, ingin sekali aku ulang. Beberapa lainnya ingin aku lakukan
dengan lebih baik dan beberapa sisanya ingin aku hapus selamanya dari
ingatanku. Aku terjaga setelah dibangunkan oleh petir itu. Hujan semakin lebat
saja. Bagaimana caranya keluargaku yang masih di luar rumah bisa pulang dalam
cuaca seperti ini.
Sambil menunggu, aku rebahkan
tubuhku pada kasur empuk di kamarku. Kasur biru ini dengan gambar burung Rio
yang lucu. Aku sangat menyukai kasur ini. Bukan karena warnanya yang aku suka
ataupun gambarnya yang unik. Tapi karena kisah pemberiannya. Mengingatkanku
pada sosok penting dalam hidupku. Bapak. Namun, aku tidak ingin mengenangnya
kali ini. Bukan bermaksud untuk menjadi anak durhaka, tapi aku ingin kisah itu lengkap aku kenang pada cerita yang lain.
Bersambung...
Bersambung...
Bapak love you
BalasHapusindah sekali kenangan masa yg lalu
BalasHapus