Menggunakan Orang Lain

Padat, penuh sesak stasiun Lempuyangan siang ini. Liburan panjang selalu menjadi kebahagiaan tersendiri terutama bagi kaula muda dengan jiwa berpetualang tinggi. Sejauh mata memandang stasiun ini berisikan pemuda-pemudi dengan dengan carrier besar bertengger kokoh di pundak mereka. Hanya segelintir orang tua bersama anak mereka yang masih kecil duduk bersandar di pinggiran tembok stasiun.
            Aku terdorong ke pinggir peron akibat masa penumpang semakin meningkat. Terhimpit diantara orang dan tas besar di belakang punggung mereka. Rasanya tidak sanggup menahan dorongan tersebut, aku memilih menyingkir mundur keluar dari kerumunan yang menunggu datangnya kereta api.
            Kerumunan penumpang semakin tidak terkendali. Hingga terdengar seorang lelaki paruh baya menepuk pundak seorang pemuda di hadapanku.
         “Tasnya ditaruh depan saja, bahaya nanti ada barang berharga yang hilang,” ucap lelaki tersebut.
            “Oh…ini tidak ada yang penting, hanya baju kotor. Tenang saja Mas!”
            Tidak hilang akal lelaki paruh baya menepuk kembali pundak pemuda tersebut.
            “Tasnya bisakan digendong di depan. Tasnya mengenai orang di belakang itu. Di Jakarta juga seperti itu kan!” Ujar lelaki sambil menunjukku.
            Aku kaget dan hanya menyengir kuda ketika pemuda itu menoleh ke arahku. Aku memang terdorong tetapi tidak terlalu terusik dengan hal tersebut karena memahami situasi kurang terkendali ini. Melihatku yang kalang kabut ditunjuk oleh lelaki tersebut. Pemuda itu memberiku tempat di depannya.
            “Sini Mbak, biar tidak kena tas saya!” Perintah pemuda itu sambil memberiku jalan.
            Aku melangkah dan berhenti di depan pemuda itu. Aneh. Lelaki paruh baya tersebut malah menggelengkan kepalanya. Seperti menyayangkan atau kecewa terhadap perilaku pemuda ini. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu. Aku hanya merasa lelaki itu berharap si pemuda mengikuti lelaki itu dengan membawa tas di depan.
            “Kenapa Mbak?” Tanya pemuda ketika menyadari aku masih saja mengamati lelaki paruh baya itu.
            “Tidak ada apa-apa,”jawabku singkat. Kemudian mengalihkan pandanganku ke depan.
            “Mas itu cuma iseng aja Mbak, enggak usah ditanggapi!” Katanya lagi.

            Iya. Mungkin pemuda ini benar. Namun, lelaki paruh baya itu tidak bisa juga dikatakan iseng saja. Aku pikir, lelaki paruh baya itu ingin mengingatkan pemuda ini untuk lebih peduli pada orang di sekitarnya. Alangkah lebih baik jika dia mampu menjaga barang bawaan agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain terutama di tempat umum seperti ini. Tetapi, kenapa harus menunjuk orang lain sebagai alasan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran