My Frozen Time
Bagian 6
Nyaris.
Pintu gerbang sekolah hampir tertutup. Aku pasang cengiran kuda kepada dua
satpam sekolah yang bersiap mengeluarkan amunisi omelan. Aku tetap berlalu
membiarkan kedua satpam tersebut saling sahut menggerutu. Setelah memarkirkan
sepeda, aku berlari tergesa menuju kelas. Semoga Ibu Sita belum datang.
Beruntung.
Kursi guru masih kosong. Aku intip sekeliling ruang kelas, belum ada sosok itu.
Lega napasku yang masih tersengal akibat berlari. Aku masuk dan menghampiri
tempat duduk dengan tatapan penasaran dari para sahabatku.
“Tumben!
Beruntung Ibu Sita membiarkan kita belajar lima belas menit sebelum kuis
dimulai,” sambut Riris di sebelahku.
“Ibu Sita
selalu sangat disiplin. Beruntung aku bisa sampai tepat waktu. Kejadian pagi
ini sungguh tidak terduga,” sahutku sambil mengeluarkan buku Biologi dan mulai
membuka halaman materi kuis. Bab Rantai Makanan dan Energi.
Sesuai
waktu, Ibu Sita datang dan kuis segera dimulai. Kami sibuk menjawab sepuluh
pertanyaan dari secarik kertas kecil yang dibagikan. Ibu Sita merupakan salah
satu guru favoritku. Penjelasan setiap materi disampaikan begitu sederhana. Hanya
bermodal mendengar dan mencatat kata kunci penting tanpa membaca text book, dijamin perkara menjawab soal
ujian bukan lagi masalah. Di sisi lain, Ibu Sita juga tidak pernah memberikan
pertanyaan ujian yang persis sama pada setiap muridnya. Menurut beliau, hal
tersebut untuk mengurangi resiko sontek-menyontek.
Tiga puluh
menit waktu berlalu tidak terasa. Kuis berakhir. Semua lembar jawaban
dikumpulkan. Kami kembali duduk rapih menanti materi baru. Iya. Kuis selalu
dilakukan ketika memasuki materi pelajaran baru.
“Kuis akan
dilakukan setiap awal memasuki materi pelajaran baru. Kuis ini berfungsi untuk
mengetahui pengetahuan awal kalian dan kesiapan belajar. Siap itu berarti
materi sudah dibaca sebelum kelas dimulai,” jelas Ibu Sita ketika pertemuan pertama.
Pelajaran
dimulai. Kami fokus memperhatikan. Bab Rantai Makanan dan Energi. Ibu Sita
mulai mengambil spidol, membagi papan tulis menjadi dua, dan menggambar
anak-anak panah yang sambung-menyambung melengkung membentuk lingkaran.
Produsen. Konsumen primer. Konsumen sekunder. Konsumen tersier. Konsumen final.
Dekomposer. Di bagian lain menggambar gambar yang sama dengan tambahan
matahari.
“Hanya
kedua gambar ini yang perlu kalian mengerti,” kata Ibu Sita sambil berjalan berkeliling
kelas mengamati kami yang mulai sibuk menulis.
Pembahasan
berlanjut pada masing-masing komponen pada gambar tersebut. Kemudian pada
contoh yang lebih rinci. Selanjutnya, pembahasan paling berkesan. Salah satu
pembahasan yang masih aku ingat sampai saat ini yaitu tentang padi.
“Contoh
lain dari produsen adalah padi. Padi dalam ekosistem menjadi organisme autotrof
atau produsen yang dapat membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis.
Berdasarkan tingkat trofik merupakan paling rendah dalam rantai makanan di
sawah karena yang pertama mengubah energi matahari menjadi kalori. Padi
merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Indonesia
menjadi produsen padi terbesar ketiga di tahun 2011. Padi juga termasuk bagian
penting dari peradaban manusia terutama di Indonesia. Sebagian besar penduduk
Indonesia bergantung hidup dari bertani dan miris ketika kemiskinan adalah
milik mereka yang bertani. Maka, tugas kalianlah sebagai generasi penerus
menyiapkan uluran tangan besi untuk membantu mereka,” jelas Ibu Sita.
Satu lagi
alasan Ibu Sita adalah guru favoritku yaitu penjelasan dilakukan dengan
mengisahkan kehidupan realita di masyarakat. Meskipun saat itu, kami hanya
siswa SMP tetapi Ibu Sita selalu menanamkan kepercayaan bahwa kami bisa
melakukan, berbuat dan mengubah sesuatu untuk bangsa ini. Menarik. Bahwa saat
itu, kami sudah disuguhi tabir kebenaran, bukan hanya teori dan idealisme tanpa
fleksibitas dan improvisasi.
Kembali
tidak terasa waktu berlalu. Pelajaran berakhir. Ibu Sita menjawab salam dengan
senyum pengharapan. Berharap kami menumbuhsuburkan benih yang sudah ditanam
pada pikiran kami atau paling tidak menangkap materi sehingga memnuhi standar
kompetensi yang sudah ditetapkan.
Entahlah.
Apakah aku sudah menumbuhsuburkan benih tersebut sekarang?
Bersambung…
Komentar
Posting Komentar