Obrolan Sayur

"Be, enggak capek naik turun terus?" Bayam memulai percakapan setelah hiruk pikuk pasar pagi sedikit mereda.

"Capek sih! Tapi enggak ada pilihan lain. Biasa nasib komoditas seksi, sering dijadikan alat permainan," tergurat kesedihan dari tubuh yang selalu sumringah itu.

"Aye juga banyak peminatnye loh. Meskipun wajar ye kalau mahalpan karena metiknye kudu manjat-manjat gitu," Jengkol yang selalu ramah jadi ikut nimbrung.

"Saya tetap paling rawan. Terlalu sensitif malah. Kadang sedih juga mati karena gagal panen," Bawang Merah meratapi hidupnya yang menyedihkan.

"Makanya kalian jadi sepertiku. Komoditas impor, dijual khusus ke pedagang tertentu. Jadi semua mafia yang terlibat sudah kenyang dengan jatahnya. Akhirnya tidak lagi main harga seenaknya," senyum ketir Bawang Putih tidak mampu disembunyikan.

"Memang pasar itu unik. Banyak penghidupan dan Nilai kehidupan di dalamnya. Dan karena kitalah semua dimulai," arif ucapan Kacang Panjang dengan penuh wibawa menutup percakapan siang itu.

Semua sayur berangsur mulai menciut, keriput. Sisa kesegaran tidak sanggup lagi bertahan melawan oksidasi. Beberapa tampak bagus dibiarkan bertahan dalam pajangan. Beberapa lainnya tampak busuk disingkirkan dari peredaran.

Hari semakin siang. Hanya tersisa satu dua orang pembeli bertahan. Mengharap dapat bagian setengah lebih banyak. Iya. Akan lebih menguntungkan membiarkan mereka terjual habis dengan setengah harga dibandingkan melihat mereka dalam tumpukan tong sampah tak bermakna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran