Daftar Hitam
Sudah hampir setahun sejak kejadian aku menghilang. Oh bukan! Aku sepertinya harus menarik kembali kata menghilang. Karena sebenarnya aku bimbang harus melakukan apa. Akhirnya yang terbersit adalah pergi menghindar.
----------------------
"Maaf Pak, saya harus pulang karena anak saya meninggal. Istri saya pasti membutuhkan kehadiran saya di sisinya," ucapku setelah menyelesaikan tugas di lapangan.
"Berapa lama?"
"Mungkin dua minggu Pak!" Akhirnya dengan segenap keberanian, aku berhasil mengutarakan semuanya.
Aku temui istriku yang sembab matanya karena menangis tidak berkesudahan. Aku paham sekali rasanya kehilangan. Mungkin tidak sebesar yang dia rasa. Namun, dia juga darah dagingku. Meskipun aku bisa lebih tegar menghadapi ini. Aku yakin Tuhan punya rencana terbaik untuk kami.
Setelah dua minggu berlalu. Aku dapati istriku menghilang dari rumah. Aku panik. Aku berlari ke rumah tetangga dan pasar tempat dia biasa membeli sayuran atau bergosip riang dengan ibu-ibu sebayanya. Nihil. Aku coba hubungi kerabat dekat. Tetap nihil. Aku kalang kabut, mengingat ada tanggung jawab pekerjaan menantiku.
"Maaf Pak, saya belum bisa kembali bekerja. Istri saya kabur dari rumah. Kata orang tuanya, dia pulang kampung ke Sumatra. Saya harus menjemputnya Pak." Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Inilah kesempatanku untuk pergi.
"Bagaimana dengan pekerjaan Anda? Laporan hampir masuk waktu tenggat. Kita sudah terikat kontra bukan? Bahkan tertulis bagian dari pekerjaan Anda adalah memaparkan hingga disahkan seluruh stakeholder juga. Bagaimana Anda bertanggung jawab dengan itu?"
"Apa maksud Bapak? Memaparkan hingga disahkan? Benarkah?" Aku kaget bukan main. Aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa. Aku tidak bisa melakukan ini. Ini terlalu sulit. Bagaimana caraku mengatasinya? Habislah aku!
"Lihat saja kesepakatan yang sudah Anda tanda tangani! Saya bisa tuntut Anda jika tidak... "
Panggilan aku putus. Aku harus segera pergi. Pekerjaan ini sungguh berat sehingga tidak sebanding dengan uang yang aku terima. Aku freelancer. Dan beginilah nasib. Tidak ada pekerjaan tetap. Ketika datang pekerjaan hanya menjadi pesuruh. Tidak dihargai pendapatnya. Tidak bisa berimprovisasi.
Aku pergi mencari istriku. Hanya Sumatra tujuanku sekarang. Berkali-kali telepon berdering. Aku abaikan. Aku mulai kesal karena telepon ini terus saja berdering. Aku blok nomor teleponnya. Aah... sudah aman sekarang.
Tidak beberapa lama teleponku berdering kembali. Sial. Aku tertipu, ternyata orang itu. Dengan cepat aku matikan teleponnya. Aku harus berganti nomor. Tapi bagaimana jika ada teman dan kerabatku menghubungi? Biarlah! Yang terpenting aku bebas dari jerat lelaki tua pemeras keringat itu. Manusia egois tidak sabaran.
----------------------
Aku lelah. Semua kontak di gawaiku sudah aku hubungi. Masih belum ada kabar baik. Aku masih menganggur. Istriku tidak pernah ditemukan, apalagi kembali ke rumah. Aku hidup sendiri di rumah sempit yang tampak besar ini.
Beberapa teman pernah menawariku pekerjaan. Walaupun akhirnya berujung penolakan. Aku singgahi setiap perusahaan. Aku sambangi kawan-kawan lama. Belum juga berbuah manis. Dalam pengharapan aku selalu berdoa kebaikan. Meskipun tidak kunjung datang.
Sampai akhirnya aku tahu. Kekuasaan adalah kekejaman. Kebodohan adalah penistaan. Dan kesalahan adalah akhir kehidupan.
"Halo, dengan siapa saya bicara?"
"Tidak akan ada lagi orang yang akan memberikan pekerjaan kepada Anda. Saya sudah menyebarkan kelakuan Anda di semua grup. Sekarang Anda sudah menjadi 'Daftar Hitam'!"
Tut...tutt..tuttt.....
lanjut dong
BalasHapusUdin gk ada lanjutannya :D
HapusMasih bisa dilanjut ini, mbak. Hehe
BalasHapusOrang lain bisanya menyalahkan tanpa tahu persoalan yang sebenarnya. Tiba-tiba langsung menjudge :(
Sejutaaa mba
Hapus