Yang Sampai Pada-Nya
Takbir masih menggema bertalu-talu. Belum ingin berhenti, mengingat matahari masih belum juga bersinar. Serombongan manusia tunduk berjalan, mulutnya komat-kamit berzikir.
Tumben. Shalat Subuh berjamaah baru saja usai tetapi mesjid sudah tumpah ruah dengan warna putih. Memang belum hilang dalam ingatan peristiwa beberapa saat lalu.
"Ayo Nak, Yah! Nanti kita tidak memperoleh tempat shalat. Lihat! Banyak orang sudah berjalan ke mesjid," seruku tak sabar.
"Sebentar Mah, Dede lama nih!" Teriak Kaka dari kamarnya.
Aku melangkah ke kamar untuk melihat apa yang sedang dilakukan suamiku. Dia masih sibuk mengancingkan baju koko putihnya.
"Sini Mamah bantuin," kataku sambil mendekat.
"Ayah takut Mah".
"Mamah juga," sahutku sambil menguatkan diri.
"Semoga Allah menjaga keluarga kita".
"Aamiin ya rabbal'alamiin".
"Maafin Ayah ya Mah! Jika hari ini adalah hari terakhir semoga kita termasuk yang diperhitungkan Allah dalam ketaqwaan-Nya. Ayah mau ketemu Mamah di surga nanti," lembut suaramu sambil menggenggam tanganku lalu mengecup ubun-ubun kepalaku.
Aku tidak kuasa lagi menahan air mata yang sejak tadi aku tahan. Ayah tidak pernah berucap seserius ini. Aku tahu keadaan ini memang tidak baik. Namun, aku berharap bisa selalu bersamanya dan melihat anak-anak kami tumbuh dewakhirnyaami siap!" Suara putra bungsuku memecah haru.
Buru-buru aku usap air mataku, tidak ingin mereka khawatir. Aku kecup kening kedua putraku. Beriringan kami melangkah menuju mesjid. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Aku dan Ayah merapalkan banyak zikir sambil terus bergandengan tangan.
Sampai di mesjid, aku lihat wajah-wajah kebas oleh air mata. Suasana kali ini begitu berbeda. Hal ini pasti berkaitan dengan kejadian itu yang memang sudah mengubah semuanya. Sekarang ini kami benar-benar tampak jera dan ketakutan.
"Assalamualaikum wa rahmatullahi wabarokatuh," suara kutbah dimulai.
Angin mulai berhembus kencang menjatuhkan kotak amal kayu di pintu gerbang mesjid. Samar terdengar teriakan wanita. Suasana menegang. Suara kutbah mulai terdengar putus-putus.
Wanita di sebelahku makin kuat berzikir. Apakah ini akhirnya? Ya Allah selamatkan kami, hamba-Mu, dari sihir orang kafir dan munafik. Jangan sampai kejadian beberapa saat lalu kembali terjadi. Jangan sampai apa yang diramalkannya terjadi pada kami. Hanya Engkau tempat kami meminta perlindungan.
Tumben. Shalat Subuh berjamaah baru saja usai tetapi mesjid sudah tumpah ruah dengan warna putih. Memang belum hilang dalam ingatan peristiwa beberapa saat lalu.
"Ayo Nak, Yah! Nanti kita tidak memperoleh tempat shalat. Lihat! Banyak orang sudah berjalan ke mesjid," seruku tak sabar.
"Sebentar Mah, Dede lama nih!" Teriak Kaka dari kamarnya.
Aku melangkah ke kamar untuk melihat apa yang sedang dilakukan suamiku. Dia masih sibuk mengancingkan baju koko putihnya.
"Sini Mamah bantuin," kataku sambil mendekat.
"Ayah takut Mah".
"Mamah juga," sahutku sambil menguatkan diri.
"Semoga Allah menjaga keluarga kita".
"Aamiin ya rabbal'alamiin".
"Maafin Ayah ya Mah! Jika hari ini adalah hari terakhir semoga kita termasuk yang diperhitungkan Allah dalam ketaqwaan-Nya. Ayah mau ketemu Mamah di surga nanti," lembut suaramu sambil menggenggam tanganku lalu mengecup ubun-ubun kepalaku.
Aku tidak kuasa lagi menahan air mata yang sejak tadi aku tahan. Ayah tidak pernah berucap seserius ini. Aku tahu keadaan ini memang tidak baik. Namun, aku berharap bisa selalu bersamanya dan melihat anak-anak kami tumbuh dewakhirnyaami siap!" Suara putra bungsuku memecah haru.
Buru-buru aku usap air mataku, tidak ingin mereka khawatir. Aku kecup kening kedua putraku. Beriringan kami melangkah menuju mesjid. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Aku dan Ayah merapalkan banyak zikir sambil terus bergandengan tangan.
Sampai di mesjid, aku lihat wajah-wajah kebas oleh air mata. Suasana kali ini begitu berbeda. Hal ini pasti berkaitan dengan kejadian itu yang memang sudah mengubah semuanya. Sekarang ini kami benar-benar tampak jera dan ketakutan.
"Assalamualaikum wa rahmatullahi wabarokatuh," suara kutbah dimulai.
Angin mulai berhembus kencang menjatuhkan kotak amal kayu di pintu gerbang mesjid. Samar terdengar teriakan wanita. Suasana menegang. Suara kutbah mulai terdengar putus-putus.
Wanita di sebelahku makin kuat berzikir. Apakah ini akhirnya? Ya Allah selamatkan kami, hamba-Mu, dari sihir orang kafir dan munafik. Jangan sampai kejadian beberapa saat lalu kembali terjadi. Jangan sampai apa yang diramalkannya terjadi pada kami. Hanya Engkau tempat kami meminta perlindungan.
Komentar
Posting Komentar