Serangan Writer's Block
Di tengah malam yang sunyi. Aku masih terjaga. Memandangi layar putih dari salah satu program office. Jemariku masih kaku, diam. Belum juga menyentuh tiap jajaran huruf pada keyboard. Mataku hanya berputar melihat dan mengamati kondisi di sekitar.
Hanya ada sepi dan sunyi. Semua benda mati. Hanya napasku saja yang terdengar menderu.
Dalam ruang 3 m x 4 m ini hanya ada aku, seorang. Jariku masih tak ingin bergerak. Belum
ada perintah dari otak untuk menggerakannya.
Padahal
komitmen untuk berusaha konsisten mengisi postingan setiap hari seharusnya menjadi tanggung jawab untuk segera ditunaikan. Namun, dari timeline aku justru tersadar sudah nyaris seminggu
ini aku tidak menulis. Apa yang terjadi padaku?
Aku
teringat sebuah istilah writer’s block. Katanya istilah ini merupakan penyakit yang
menyerang penulis sehingga tidak bisa menuliskan apa yang dipikirkannya terutama ketika melakukan proses kreatif sebagai penulis. Bagaimana hal ini bisa
menyerang?
Kesibukan
yang tidak terbendung. Aaah…itu hanya alasan klasik karena aku tidak pandai
saja membagi waktu. Mungkin alasan yang lebih tepat karena tidak tahu harus
menuliskan apa. Mata ini memandang dan mengamati sekeliling tetapi tidak khidmat mengartikan. Padahal ada banyak hal yang bisa diceritakan dan diungkapkan melalui tulisan.
Iya.
Aku kini terserang penyakit itu, writer’s block. Penyakit yang mematikan ide
dan kreativitas sebagai penulis. Padahal dari ruangan kecil ini saja, tersedia puluhan
cerita pendek yang bisa dikaryakan. Namun, aku kalah oleh penyakit utama seorang
manusia, yaitu malas.
Aku membiarkan diriku kalah dan terserang penyakit writer’s block. Alhasil, belum satupun huruf tertera pada layar. Saat ini serangan itu begitu kuat. Aku harus apa untuk kembali menulis?
Seperti beraktifitas yang membutuhkan energi dari makanan. Menulis juga membutuhkan asupan energi itu. Meskipun bukan dari makanan, tentu saja. Aku pikirkan cara untuk kembali bersemangat agar memancing proses kreatif tersebut.
Dan yang terpikirkan adalah pergi dari rutinitas. Iya, bagiku piknik atau berjalan ke tempat yang belum pernah aku datangi, singgahi atau bahkan yang tidak pernah terencana sebelumnya merupakan vitamin penambah energi dalam menulis. Selain, membaca, menonton dan mendengar kisah orang lain.
Dengan pergi dari rutinitas, aku bisa melihat lebih banyak orang saling berinteraksi. Mengamati lebih banyak ekspresi kehidupan. Bertutur pada benda lain yang berbeda dari yang aku lihat sehari-hari. Bagiku ini adalah nutrisi sekaligus kesenangan tersendiri. Uniknya, hanya dengan memikirkannya sudah membuat semangat menulisku meningkat. Aku siap menulis kembali.
Pada ruang 3 m x 4 m ini aku kembali menatap layar yang masih juga putih. Sementara jariku masih terpatri di atas jajaran huruf. Mataku menatap sekitar. Hanya ada sepi dan sunyi. Jariku masih belum mau bergerak. Aku lihat jam sudah lewat dari tengah malam.
Aku memilih merapatkan tubuh pada tempat tidur. Menyelimuti diri. Dan berusaha memejamkan mata. Malam ini biarkan aku kalah oleh serangan writer's block.
Aku membiarkan diriku kalah dan terserang penyakit writer’s block. Alhasil, belum satupun huruf tertera pada layar. Saat ini serangan itu begitu kuat. Aku harus apa untuk kembali menulis?
Seperti beraktifitas yang membutuhkan energi dari makanan. Menulis juga membutuhkan asupan energi itu. Meskipun bukan dari makanan, tentu saja. Aku pikirkan cara untuk kembali bersemangat agar memancing proses kreatif tersebut.
Dan yang terpikirkan adalah pergi dari rutinitas. Iya, bagiku piknik atau berjalan ke tempat yang belum pernah aku datangi, singgahi atau bahkan yang tidak pernah terencana sebelumnya merupakan vitamin penambah energi dalam menulis. Selain, membaca, menonton dan mendengar kisah orang lain.
Dengan pergi dari rutinitas, aku bisa melihat lebih banyak orang saling berinteraksi. Mengamati lebih banyak ekspresi kehidupan. Bertutur pada benda lain yang berbeda dari yang aku lihat sehari-hari. Bagiku ini adalah nutrisi sekaligus kesenangan tersendiri. Uniknya, hanya dengan memikirkannya sudah membuat semangat menulisku meningkat. Aku siap menulis kembali.
Pada ruang 3 m x 4 m ini aku kembali menatap layar yang masih juga putih. Sementara jariku masih terpatri di atas jajaran huruf. Mataku menatap sekitar. Hanya ada sepi dan sunyi. Jariku masih belum mau bergerak. Aku lihat jam sudah lewat dari tengah malam.
Aku memilih merapatkan tubuh pada tempat tidur. Menyelimuti diri. Dan berusaha memejamkan mata. Malam ini biarkan aku kalah oleh serangan writer's block.
Semangat... Semangat mbak.. Semoga cepat lekas sembuh itu WB nya..
BalasHapusAamiin ya rabbal'alamiin 😁😁
Hapus