Inspirasi Menulis Dari Penulis Yang Menginspirasi


Jika ditanya aku ingin menjadi seperti siapa dalam menulis, aku akan dengan lantang menjawab J.K.Rowling. Bagaimana tidak? Karyanya sampai ke seluruh pelosok dunia. Karyanya dibaca dan diimajinasikan oleh seluruh penikmat dunia literasi di seluruh dunia. Tanpa mengenal dan belum pernah melihat, nama dan karyanya sudah sampai lebih dulu dan dinikmati tak kenal waktu. Bukankah itu menakjubkan?

Jika ditanya lagi, apa alasan ingin menjadi penulis? Hmm... ingin menginspirasi atau menularkan pikiran kepada orang lain. Hmm... atau sebagai terapi hati karena katanya menulis itu membuang racun dalam tubuh terutama dalam pikiran. Selain itu, menulis menjadikan sesuatu abadi sehingga bisa dibuka dan dibaca lagi kapanpun sesuka hati. Memang pertanyaan ini mulai membuatku agak bingung. Namun, bukankah seluruh perbuatan kita selalu dilandasi dengan alasan atau sebuah alasan untuk melakukannya?

Jika ditanya bagaimana cara atau gaya penulisan? Hmmm.... Hmmm.... Hmmm.... Mulai berpikir keras. Sebelum menjawab, ada baiknya pemahaman yang benar pada pertanyaan yang dilontarkan harus diketahui, agar tidak salah paham apalagi sampai salah sambung dalam menjawab.

Sekelibat aku bertanya pada mbah google tentang apa pengertian dari gaya penulisan. Sekelebat itu juga aku mendapatkan definisi singkat nan praktis bagi penulis pemula sepertiku. Hasilnya adalah gaya penulisan merupakan ciri khas dalam menulis atau mengisahkan suatu cerita. Tentu setiap orang akan berbeda-beda dan memiliki kekhasan tersendiri.

Dan usut punya usut, gaya penulisan ini berkaitan erat dengan lingkungan, buku bacaan dan yang paling utama adalah penulis yang menginspirasi sehingga ingin menjadi penulis. Lalu siapakah dia, penulis yang menginspirasiku menjadi seorang penulis?

Pertanyaan ini sulit dijawab. Aku harus mengingat masa lalu dan buku-buku apa saja yang pernah aku baca. Tentu sembari merenung singkat. Sekaligus menikmati sapuan angin pada wajah. Dan, mensyukuri setiap hembusan napas. Akhirnya, aku teringat pada sebuah buku istimewa, menurutku. Buku tersebut adalah 'Negeri Para Bedebah'. Siapalah yang tidak mengenal kepiawaian Tere Liye dalam bercerita! Sungguh sosok menginspirasi.

Kehebatannya merangkai kata, kekuatannya menggabungkan sesuatu kejadian nyata menjadi fiksi dalam sudut pandangnya. Ditambah kreatifitasnya dalam mendeskripsikan setiap adegan sehingga novelnya sanggup difilmkan berkali-kali. Sungguh penulis yang produktif.

Sekali lagi kembali aku mengingat. Beberapa aku ingat buku-buku lain yang membuatku begitu tergugah. Sederetan judul buku seperti Ayat-Ayat Cinta, Tuhan Maha Romantis,  dan Laskar Pelangi serta lainnya, akan terlalu banyak jika disebutkan, memiliki satu pola sama, bagiku. Sebuah kekuatan imajinasi. Pada buku-buku itu, aku diajak berimajinasi. Melihat, merasa dan seperti berada dalam situasi sama dengan sang tokoh. Rasanya aku mulai paham bagaimana novel akhirnya membentuk caraku menulis atau gaya penulisan yang aku hasilkan.

Gaya penulisan itu adalah deskriptif yang mendetail. Aku selalu suka tulisanku bisa tergambarkan utuh oleh seluruh panca indra manusia. Aku juga suka pembaca sedikit terhibur pada kesan implisit dengan majas yang diungkapkan tokoh dalam kisahku.

Aku akan membiarkan mereka bercerita sehingga terbayangkan oleh pembaca. Karena bagiku, tidak penting bagaimana tulisanku akan dikenang, yang terpenting adalah bagaimana tulisanku mampu membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh “aku” dalam setiap kisah yang aku tulis.



Sejak kejadian malam itu, kampungku luluh lantah rata dengan tanah karena dilahap si jago merah. Tidak banyak yang tersisa. Bayangkan dari 100 orang penghuni dusun hanya 20 orang yang sempat menyelamatkan diri.

Sudah tiga hari. Kami terseok mengais sisa bongkahan yang terbakar. Berharap menemukan sesuatu yang berharga untuk bekal mengganjal perut atau membeli makan. Namun, nihil tak bersisa.

Bantuan yang kami tunggu juga belum tahu kapan datangnya. Kampung kami memang terisolir. Setidaknya butuh tujuh hari untuk bisa sampai. Mungkin memang salah kami tak ikuti himbauan pemerintah.

Bagaimanalah jika dari tanah ini kami tumbuh dan berkembang! Seruan untuk berpindah dari enclave yang komersil semacam tambang ini sudah barang tentu kami tolak mentah-mentah. Walaupun jaminan kesejahteraan dan kemakmuran terasa menggiurkan.

Ayahku, ketua kampung, yang paling menggebu dan maju terdepan menolak mentah-mentah kehendak pemerintah. Segala tipu muslihat dan iming-iming kejayaan tak pernah secuilpun dilirik olehnya. Sampai akhirnya, jasadnya hangus dan rata oleh puing sisa kebakaran malam itu.

"Preman bengis!" Pekikku ketika serombongan pria serba hitam mendekat sambil bertolak pinggang.

Mereka hanya terkekeh takjub menyaksikan kampung subur kami rata oleh tanah. Mungkin mereka kagum dengan hasil karya di malam itu.

"Konyol! Kalian pasti yang melakukan ini semua. Kembalikan keluargaku!!!" Dari rombongan kami yang merapat berlari Uca, gadis berusia tujuh tahun.

Setelah berlari cukup dekat, Uca melemparkan batu ke arah rombongan preman tersebut. Naas, lemparannya meleset agak jauh dari perkumpulan preman. Spontas, semua preman yang sempat membisu terkekeh seperti khor paduan suara.

Serentak bunyi tertawa mereka makin meninggi. Bahagia sekali di atas tangis dan keringat kami. Aku merasakan darahku ikut mendidih sering kekehan tawa mereka yang meninggi.

BOOMM!!!

Beberapa orang preman yang berposisi pada bagian luar dari rombongan terlontar dan jatuh tergeletak di tanah. Bunyi tawa sunyi senyap seketika. Mereka terperangah. Ternyata bukan batu yang gadis kecil itu lempar. Namun, semacam bom panci dengan kekuatan ledakan agak besar.

Dua puluh orang ini menyunggingkan senyum.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran