Si Kacamata

"Aku siap!" Gumamku pada cermin setelah memastikan semua aman terkendali.

Aku membuka pintu utama toilet. Detik itu waktu berhenti. Hatiku berdesir melihat sosok lelaki berkacamata yang juga sedang melihatku. Mungkin kami bertatapan atau entahlah, kacamatanya membuatku tidak bisa melihat dengan jelas arah matanya. Namun aku tahu bahwa kami saling terkejut pada pandangan yang tidak sengaja ini. Adakah dia terpesona? Atau hatiku yang telah tertawan dengan mudah?

Hanya aku dan dia berjalan kembali menuju ruang Auditorium, tempat masa orientasi hari pertama diselenggarakan. Aku kikuk. Sebelumnya ada lima orang yang ikut rombongan ke toilet. Diantara mereka aku tidak menemukan lelaki ini. Sekarang justru mereka menghilang dan berganti hanya kami tanpa seorang kakak pendampingpun.

Aku pikir dia juga kikuk. Beberapa kali kakinya tersandung oleh kakinya sendiri. Lucu sekali. Aku diam-diam tersenyum. Ini sungguh memalukan jika dia melihat mukaku yang memerah atau sebagainya.

Demi memecah kesunyian ini, aku putuskan untuk menanyakan namanya. Ternyata kami bersuara secara bersamaan. Aku kembali terdiam untuk mempersilahkan dia memulai.

"AK berapa?"

"19," jawabku singkat.

"Oh.. saya AK 26. Salam kenal ya!"

Rekor terburuk bagiku yang suka Sok Kenal dan Sok Dekat (SKSD) ke orang. Kekikukan dan percakapan singkat kami berakhir ketika seorang kakak pendamping menghampiri kami untuk memandu kami menuju Auditorium. Di Auditorium dengan kapasitas 400 orang tetapi diisi sekitar lebih dari 600 orang adalah gambaran neraka saat ini. Walaupun tidak bagiku karena ada awan salju kecil yang membuatku tetap sejuk. Dalam diam menatap lelaki berkacamata itu.

Pertemuan kami berlanjut pada papasan-papasan selanjutnya. Tidak ada kata apalagi percakapan. Hanya senyum dan anggukan saat bertemu. Bahkan dari senyum dan anggukan singkat itu berhasil membuat candu. Diam-diam aku menjadwalkan sengaja berjalan pada jalan dia lalui. Atau sesekali sengaja duduk di bangku-bangku diskusi dekat ruang kelasnya. Itu sengaja agar aku melihatnya keluar kelas atau jika beruntung bisa mengabadikan foto canditnya berekspresi pusing setelah ditimpa ilmu.

Semua masih berlanjut hingga aku mulai sibuk dengan tugas dan kegiatan di sana sini. Pertemuan yang direncanakan itu berangsur berkurang. Hanya sesekali pertemuan tidak sengaja yang langsung sukses membuat lelahku hilang seketika. Beberapa kali melihatnya memberi sisa jatah makan siangnya untuk kucing di kantin. Beberapa kali melihatnya sibuk mendekorasi susunan tulisan di majalah dinding. Beberapa kali melihatnya tenggelam dalam tumpukan buku di perpustakan. Terakhir menemukannya sedang menjual makanan ringan di bangku perkumpulan.

"Iya lagi sibuk cari uang dan sponsor untuk pertukaran pelajaran ke luar negeri," seorang temanku bercerita setalah aku paksa berkali-kali.

"Dia itu aneh. Kenapa sih kamu suka sama dia? Pemikiran dia itu beda dari kita. Bahkan tahun lalu dia sempat mau melamar teman yang satu beasiswa dengannya, tetapi wanitanya menolak," katanya lagi.

Aku seperti tersengat listrik. Petir dan guntur menggelayuti hatiku. Telah banyak hal berlalu dan aku pasti menghilangkan banyak kesempatan untuk mengenalmu. Atau Tuhan yang tidak memberikan kita ruang untuk saling tahu. Aku pulang dengan hati tersobek.

Meskipun tampaknya Tuhan ingin aku melepasmu dengan keikhlasan. Malam ini aku dan si kacamata duduk bersama di salah satu bangku perkumpulan. Aku lihat dagangannya habis. Mukanya lelah tetapi senyum itu tidak pernah hilang.

Kamu memang aneh! Pantas hatiku mudah sekali kamu curi!

"Gimana jadi anggota Dewan? Serukan!" Katamu ke arahku.

Aku bungkam. Heran.

"Temen kamu tuh yang kasih tahu saya," lanjutmu setelah hanya menemukan tanya di raut wajahku.

Aku menoleh pada wanita cerewet yang baru aku ketahui ternyata juga punya sisi 'comel'. Dia hanya membalas dengan senyum meminta maaf.

"Enggak apa-apa kok! Saya yang maksa dia cerita."

HAAAH!!!

Hatiku mencelus. Apa maksudnya?

"Hahaha... kamu itu ekspresif sekali ya! Lebih ekspresif dari yang saya duga. Dinikmati saja semuanya. Rasanya seru kok pasti! Kalau begitu saya pulang duluan ya. Jangan lama-lama di sini sudah malam. Assalamualaikum...." Perlahan sosokmu menjauh dan menghilang dalam gelapnya malam. Aku hanya menatapmu pergi. Berharap ada kesempatan bagiku dengan tolehanmu. Namun itu tidak terjadi di dunia nyatakan?

Bulir hangat perlahan membasahi pipiku tanpa impuls. Dekapan dari sampingku membuatku sadar akan sesuatu. Raut wajahku pastilah menggambarkan kepedihan. Kesakitan pada hati yang tidak terdefinisikan. Aku patah hati.

"Dia akan berangkat besok. Aku yang minta dia ngucapin perpisahan ke kamu. Maafin aku ya! Aku cuma mau kamu tahu, dia itu elang yang sulit ditangkap."

Air mataku mengalir tak tertahankan. Ada sesak di dada yang keluar melalui erangan tangisku. Aku tahu aku harus melepasmu bahkan sebelum sempat memilikimu. Jauh sebelum detik pertama pertemuan kita dan pertemuan-pertemuan berikutnya.

Aku belum jatuh cinta. Karena tidak aku usahan membuat tempat yang nyaman untuk kamu tinggali. Sebab tidak aku persiapkan media agar cinta itu tumbuh subur. Walaupun dapat aku pastikan aku telah jatuh hati padamu. Mengagumimu tanpa terpikir cara untuk membuatmu di sisiku. Memperhatikanmu tanpa ingin menyentuhmu dengan duniaku. Bagaimanapun aku pastikan kamu adalah yang pertama yang teristimewa. Si kacamata.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran