Resensi Konspirasi Semesta


Novel ke-5 milik Azhar Nurun Ala berjudul Konspirasi Semesta merupakan buku kedua Dwilogi Tuhan Maha Romantis. Diterbitkan oleh penerbit Lampu Djalan dengan tebal 207 halaman pada April 2016 sebagai cetakan pertama dan November 2016 sebagai cetakan kedua. Masih bertemakan keluhuran cinta seorang manusia. Jika buku pertama menceritakan perjuangan Rijal Rafsanjani menjalani keromantisan cinta Tuhan pada sosok bernama Annisa Larasaty. Di buku kedua ini berganti lika-liku perjuangan Annisa Larasaty yang dilema pada konspirasi semesta, pada cinta yang kembali menguak oleh sosok bernama Rijal Rafsanjani.

Masih dikemas dalam aksara yang indah. Ditambah suguhan puisi dari pujangga Sapardi Djoko Damono dan sekilas mengenai sastra Tenggelamnya Kapal Van Der Wick masih menjadi keunggulan dari Azhar. Beberapa sentilan pada ketidakadilan dan ajaran agama ikut mewarnai novel bergenre fiksi ini.

Konspirasi semesta menyuguhkan bahwa sebuah kejadian pertemuan, perpisahan dan kematian bukanlah satu kejadian tunggal sehingga harus dirisaukan. Melainkan kejadian tersebut merupakan satu kesatuan yang terjadi pada semesta. Dan satu hal yang harus dimaknai bukan hanya tentang kenapa dan bagaimana peristiwa tersebut terjadi tetapi pada isyarat apa yang ingin Tuhan tunjukan pada peristiwa tersebut.

Annisa diberikan sahabat seperti Siska. Kemudian harus kehilangan. Annisa dipertemukan dengan Ronal yang mengajarkannya cinta. Kemudian harus dipisahkan. Selanjutnya semesta membuatnya bertemu dengan Tasya yang menjadi sahabat baiknya. Bahkan dipertemukan juga dengan Rijal yang sempat juga dipisahkan. Namun, akhirnya dipertemukan kembali.

Novel ini akan membuat kita bernostalgia pada cinta pandangan pertama Rijal yang ternyata bukan dia yang pertama kali jatuh cinta. Justru Annisa lebih dulu jatuh cinta pada Rijal jauh sebelum mereka bertemu.

Meskipun sukses menjadi novel pelengkap dari Tuhan Maha Romantis. Novel Konspirasi Semesta agaknya kurang memberikan pembeda gaya bercerita terutama pada bab akhir. Bab akhir novel ini terasa disuguhkan bukan dari cara bertutur Annisa Larasaty tetapi dari cara bertutur Rijal Rafsanjani yang lebih logis.

Selebihnya novel ini layak sebagai penambah pengetahuan terutama di bidang literasi. Setelah nama Sapardi Djoko Damono dan novel Tenggelamnya Kapal van Der Wick mungkin mulai hilang diedaran obrolan generasi muda, dengan suguhan novel baru yang lebih terkini bisa jadi merupakan salah satu sarana promosi kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran