Hanya itu

Kadang hidup memang harus selalu memulai dan meneruskan. Tidak bisa kita tahu bagaimana kelanjutannya atau bagaimana menghentikannya.

Ketika jemariku sempat tak sanggup digerakan, ada banyak kenikmatan yang sering kali luput aku sadari. Aku paham aku adalah pendosa paling setia. Tidak pernah sedetikpun aku luput.

'Aku hanya manusia?' Begitulah dalihku acap kali terjebak pada kubangan dosa.

Apalah aku selain kembali dan meminta pengampunan pada Yang Maha Kuasa.

Setiap aku merasa ada banyak hal yang berjalan tanpa aku ingin. Aku ingin marah, berhenti bergerak dan menghilang dari peredaran dunia. Namun, apakah itu pantas. Aku hanyalah titik yang tidak jelas keberadaannya. Jika dibandingkan keluasan alam semesta ini. Apalah aku?

Setiap kali aku berpikir untuk membangkang, pantaskah aku melakukannya?

Setiap kali aku berusaha berjuang pada sebuah keinginan, layakah aku marah ketika hal tersebut tidak tercapai?

Hingga aku menepis jauh sebuah keinginan untuk berkata ini takdir Tuhan. Aku hanya ingin mengikuti alirannya. Sesaat kemudian aku mengutuk diriku sendiri, bahwa apakah Tuhan membuatku terlahir ke dunia hanya untuk mengikuti alirannya?

Sejurus kemudian aku menolak, jika begitu kenapa Tuhan membuat kekecewaan dan keputusasaan? Lalu cahaya kecil itu tidak mau redup. Seberapa keraspun aku berusaha. Cahaya itu justru semakin terlihat dan membuatku terpesona. Hanya sekecil itu, cahaya itu mampu membuatku terbungkam pada semua keegoisan duniaku.

'Bahwa Allah sangat suka disyukuri!'

Jika aku begitu lemah. Aku akan kembali kepada cahaya kecil yang tidak akan pernah berhenti bersinar. Jauh dalam lubuk hati aku tahu kekuatan itu berasal dari-Nya.

Ketika kerinduan begitu tajam menghunus ke dada, rasanya aku ingin kembali pada kekasih sejatiku. Namun, aku tahu itu akan menyakiti hati-Nya. Aku ingin tetap tinggal, dan mensyukuri apapun yang Kamu inginkan. Jika ini adalah cara membuat-Mu suka padaku.

Aku mungkin manusia egois yang ingin segala keinginan dan harapannya terwujud, tetapi lebih dari itu semua, aku hanya ingin Tuhan menganggapku ada dan pantas diperhitungkan dalam hal ketaqwaannya. Biarpun seluruh dunia harus pergi. Bahkan jika hilang jiwa dari raga ini, aku hanya ingin Tuhan berucap aku adalah bagian dari hamba-Nya yang taat.

Terimalah syukurku yang tak pernah mampu menandingi segala yang telah diberikan-Nya. Aku hanya ingin hidup dan berarti. Hanya itu. Hanya itu. Hanya itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran