Di Jalan Taqwa
https://www.vebma.com/ |
"Ayah dimana?" Tanyaku sekali lagi.
Tidak ada jawaban. Hembusan angin makin mengundang dingin mengabarkan rintik rezeki yang akan diturunkan. Gundukan itu diam seribu bahasa.
"Ayah dimana?" Tanyaku sekali lagi.
Bergetar tubuhku. Tetesan air mata tak terbendung mendahului rintikan hujan. Sebatang rumput liar dengan lima helai daun berayun.
Aku masih ingin tinggal. Harapku tidak ingin sirna. Besar keinginanku sosok bertubuh tambun memanggil nama lalu mengajakku pulang.
Biasanya dialah yang paling mengkhawatirkanku. Biasanya dialah yang paling suka mengukir senyum di wajahku. Dan, biasanya aku tidak pernah menangis sedalam ini.
"Sayang, ayo pulang!"
Aku beku. Aku mengenal suaranya. Aku palingkan wajahku. Sosok berwajah teduh tersenyum gagah. Ayah.
"Ayah datang. Aku benarkan Ayah pasti tidak akan meninggalkan aku sendiri," ratapku seraya memeluk tubuh di sampingku.
Belaian halus tangan besarnya di kepalaku membuatku nyaman. Meski tangisku belum reda, aku lega ada dalam dekapannya. Aku tidak ingin melepas pelukan ini.
"Tentu tidak. Sampai Ayah menunaikan kewajiban".
"Kewajiban apa?" Tanyaku sambil berusaha menatap wajahnya. Namun, dekapannya yang besar menahanku untuk tetap nyaman pada posisiku.
"Mengenalkanmu pada takdir dan ketentuan Tuhan".
----------
Bahwa Tuhan Maha Mengetahui. Jauh sebelum penciptaan manusia. Manusia yang paling tidak diperhitungkan tetapi menjadi yang paling disayang dan dicinta. Manusia dengan segudang akal dan nurani.
Lalu setiap manusia telah dituliskan perjalanan hidupnya. Pertemuan dan perpisahan dengan manusia lain. Bahkan pada hal sepele seperti sedih dan bahagia. Lengkap tanpa bolong.
Saat itu Tuhan juga paham dimana akhirnya kita akan berada. Pada dunia yang sebentar ini hanyalah ujian sampai pada akhirnya. Segala telah dibentuk dan berjalan di garis takdir dan ketentuan tersebut.
Atas semua itu, bukan berarti manusia tidak diberikan kebebasan. Manusia yang paling disayang dan dicinta. Manusia bebas melakukan apapun untuk mengisinya. Selebihnya, takdir dan ketentuan itu menjadi batas.
Alangkah Tuhan sangat senang disyukuri. Maka bersyukurlah pada tiap yang dialami. Bersyukur bukan perkara mudah. Bersyukur butuh ilmu dan kemapanan dalam taqwa. Butuh juga kelapangan dan konsisten.
----------
"Besarkan hati. Amati sekitar. Bersyukurlah di jalan taqwa!"
Tetesan air mata mengenai kepalaku.
"Ayah menangis?" Tanyaku sambil berusaha menatap wajahnya. Namun, dekapannya yang besar menahanku untuk tetap nyaman pada posisiku lagi.
Tetesan itu makin banyak dan deras. Aku dekap lebih dalam pelukanku. Aku memejamkan mata kuat-kuat. Tidak ingin membayangkan apapun. Hanya ada satu suara dalam hatiku.
Ayah, jauh bagiku untuk mengerti, tetapi aku akan berusaha. Pergilah Ayah di jalan taqwa!
Komentar
Posting Komentar