Kepergian

Ketika kata 'Kepergian' terucap maka yang terbayang adalah kilas kenangan-kenangan. Kilas wajah, tawa, senyum, cara berjalan dan tingkah perilakumu setiap kita bersama. Semua tidak tergantikan.

"Kawan," katamu sambil menjabat tanganku. Itulah awal kebersamaan kita.

Aku terbaring lemah di kamar kosan. Setelah seharian menangisi kepergianmu yang sungguh mendadak. Bukan sakit, kecelakaan atau hal wajar lain yang merenggut jiwa dari tubuh mungilmu, melainkan inilah yang dinamakan ketetapan takdir sebenarnya. Kamu hanyut dilahap ombak. 

"Kamu bahkan hanya pamit untuk bersenang-senang dengan keluargamu. Namun, justru kabar kepergianmu selamanya yang aku terima. Kemana akan bermuara impian kita untuk menaklukan dunia?" Ratapku di atas nisanmu.

Kembali wajah riangmu hadir di langit-langit kamarku.

"Apakah orang baik selalu pergi secepat ini?" Bisikku dalam hati.

Saat lelah itu nyaris membuatku tidak sadarkan diri, aku merasa dia datang lalu duduk di sampingku. Senyumnya tidak berubah. Meskipun wajahnya tampak lebih pucat. Namun, pancaran kebahagiaannya tidak bisa disembunyikan.

"Lanjutkan hidupmu! Aku punya tempat yang lebih indah sekarang. Semua orang di sana baik. Aku bisa melakukan apapun dan mewujudkan apa saja sesukaku. Hehe..." celotehnya sambil mencubit pipiku.

Sedetik kemudian aku mengerti kepergiannya bukan akhir. Jika dia begitu baik, pasti Tuhan menjamunya dengan sangat baik. Jika harus pergi tanpa pamit, sekarang dia telah pamit padaku. Aku mengerti tidak ada yang perlu disesali. Karena pergi adalah cara lain untuk kembali.

Pergilah kawan! Tuhan lebih sayang kamu! Semoga kamu ingat obrolan kita di suatu waktu dulu. Jika kamu tidak temukan aku di surga, maka panggil aku. Katakan pada Tuhan jika aku adalah salah satu sahabatmu yang layak juga menghuni surga.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran