Berandal Cilik-1

               “Lihat dong, Cu! Gitu amat sama teman!”
            Akhirnya Incu, panggilan tenar, menoleh. Setelah beberapa kali tendangan didaratkan pada kaki kursinya. Alih-alih membantu, Incu malah tersenyum meledek. Kembali khusuk menjawab soal ujian.

            “Udahlah enggak temenan kita!” Kibo menjadi penghuni terakhir yang keluar dari ruang ujian.
            Kedua sahabatnya, Incu dan Cungkring, telah siap menanti di depan pintu. Macam artis saja Kibo ini. Setiap gerak-geriknya diawasi. Apalagi setelah Cungkring memutuskan untuk menyerahkan lembar jawaban kepada pengawas dalam kondisi setengah bersih.
            “Lu pikir gue paham Bo? Sana lihat lembar jawaban gue, isinya gambar Pak Mamat. Hahaha...” Gelak tawa Incu menyambut Kibo yang kali ini rambutnya 10 kali lebih kribo. Cungkring pun ikut tertawa.

            Ketika di perjalanan menuju kantin.
            “Kring! Sari tuh!” Kibo menunjuk seorang wanita cantik sedang berjalan, melenggak-lenggok bak model busana di salah satu lorong gedung laboratorium.
            Seketika wajah Cungkring merona merah. Perilakunya berubah semaput, salah tingkah. Incu dan Kibo justru semakin bernafsu menjahili.
            “Sar, nanti malam ada acara gak? Diajakin jalan sama Cungkring ke Festival Payung. Tenang... Nanti dijemput dan ditraktir kok. Cuma kelihatannya saja Cungkring kere. Aslinya, waah Sar gak kebayang deh!” Sergah Incu ketika Sari melewati mereka.
            Sari terdiam, heran. Sementara Cungkring ngacir pergi, tidak kuasa menatap Sari dari dekat, sebelum sempat dihentikan Kibo.

            “’Apaan sih? Gue sibuk. Jangan gangguin gue! Bilangin juga tuh ke temen loe. Siapa tadi namanya? Cungkring? Aneh banget’ Gitu katanya Kring. Sumpah deh gue! Tanya Kibo kalau gak percaya. Doi gak semalaikat yang loe bilang. Mending Siti. Orangnya kalem, baik. Ramah juga,” Kisah Incu sambil menirukan gaya Sari dengan centil.
             “Meskipun suka oneng, tapi kan sebelas dua belas sama loe. Cocoklah! Setuju gue,” sambung Kibo ikut memanaskan suasana. Di sisi lain, Cungkring sibuk dengan makanannya.

              “Gila ini!” Teriak Kibo di depan papan pengumuman.
             Baru saja nilai hasil ujian dari Pak Mamat terpampang nyata di papan pengumuman. Semua mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Regenerasi berkerumun tanpa aba. Kemudian satu per satu meninggalkan papan pengumuman dengan wajah kesal, kecewa, nelangsa. Bahkan satu dua orang tidak kuasa menahan tangis.
            “Ternyata memang keramat mata kuliah ini. Hanya tiga orang yang lulus. Dimas, Siti dan Sari. Horor gak tuh!” Kibo berkata sambil melemparkan diktat mata kuliah Regenerasi di salah satu meja kantin.
              “Gue udah gak heran. Loe lupa Bang Alif yang pinternya kebanget-bangetan jadi Mahasiswa Berprestasi pula, harus ngulang tiga kali. Itu juga katanya dibantuin sama Kepala Departemen. Kita tenang sajalah. Masih ada jatah dua lagi,” ujar Incu sambil melahap ketoprak yang baru diantarkan.
           “Cepat juga nilai hasil ujian sudah keluar. Padahal baru tiga hari yang lalu,” kata Cungkring menimpali.
          “Eh... Merasa ada yang aneh gak sih?” Ujar Incu serius hingga menghentikan suapan besar pada ketopraknya.
             “Aneh, kenapa?”
          “Jumlah mahasiswa yang ikut ujian itu lebih dari seratus tapi nilai hasil sudah keluar dalam waktu tiga hari,” jawab Kibo asal sebut.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran