Jika ada yang khawatir pada turunnya hujan maka salah satunya adalah aku. Terlahir di keluarga kurang berada memang bukan pilihan tetapi syukurku tak pernah hilang karena sosoknya. Kakak terbaik sepanjang masa. "Hujan datang!" Katamu riang. Hujan. Sering aku cemburu padamu. Bukan hanya karena kebisuan tanah, pohon dan atap rumah yang ikhlas terbasahi, melainkan kedatanganmu jauh membuatnya berbinar. Sedangkan aku, yang termunafik, berharap kamu tidak datang tapi selalu merindu kedatanganmu yang sama dengan keriangannya. "Sudah siap?" Aah... aku ingin waktu berhenti saat matamu, senyum dan semua bahasa tubuhmu seceria ini. Setelahnya aku tidak ingin terjadi. Mungkin hujan tak bisa aku hentikan. Namun, aku terus berdoa agar hujan sesegera mungkin reda. Hanya waktu menunggu hujan reda yang selalu aku harapkan berlangsung singkat. Kini payung berukuran besar, satu-satunya yang kami miliki, sudah meneduhkanmu di depan pintu reot tanpa kunci. Segera aku bergabun