Tak Mengerti

Jika pada akhirnya aku boleh punya satu cinta lagi. Maka sejatinya cinta itu tetap bukan untukmu. Karena sakit yang kamu tumbuhkan terlampau meradang, mengeras, menghantam di ulu hatiku.

Tidak. Jangan berpikir ini adalah serangan politik dan kawanannya. Ini lebih kepada kamu tidak lagi melihat secara hakiki. Kamu pikir jiwa yang lapar hanya butuh nasi? Atau jiwa yang haus hanya butuh air?

Jika benar begitu. Tepatlah aku tak peduli lagi padamu. Jika benar begitu. Aku tulus, rela, membiarkanmu tak menerima satupun cinta.

Aku kejam, katamu lantang. Kamu merengek tidak aku indahkan. Biar kamu sadar dan membawa kembali ingatan tentang peduli dan kasih mengasihi.

Namun sayang, batu hatimu sepertinya telah kronis. Nalar akalmu sudah jauh terkubur. Padahal telah terang benderang roh kesakitan bergentayangan di pelupuk mata. Lalu aku harus apa? Hanya bisa berucap kasihan.

Meskipun dengan jumawa dadamu dibusungkan. Berkata tanpa ragu bahwa aku mendidikmu agar kamu bisa hidup mandiri. Setelahnya kamu tutup rapat telinga. Padahal aku dan yang lain menjawab kamu buat kami setengah tercekik sehingga kami lebih berusaha hidup dengan dendam kesakitan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran