Mahakam

Tenang. Kamu masih tenang seperti dahulu. Ketika itu, dua tahun lalu, aku duduk di tepianmu. Memandang jauh kapal dengan muatan drum-drum besar. Di sana aku perjanji akan meninggalkan kenangan pahit itu. Memulai menjelajah lagi selangkah demi selangkah.

Aku sudah lupa, apakah aku berharap kembali untuk sekadar bernostalgia? Ah... tampaknya tidak. Seharusnya tidak. Mana mungkin seseorang ingin kembali pada hidupnya yang kelam. Aku pun begitu.

Gelombang halus tergelar akibat hembusan angin pelan. Damai. Kamu masih sebiru itu. Ketika itu, aku ingat, caramu menenangkan tangis buncahku. Dalam diam dan semilir. Perlahan kamu hapus. Mengering dalam peredaran waktu.

Aku tidak pernah paham, bagaimana kamu mengobati luka tanpa pergerakan? Ah... aku tidak pernah sadar asupan energimu seperti masuk begitu saja.

Tepian ini masih seramai dulu. Ditambah dengan banyak ruang hijau semakin meneduhkan. Aku lantas berpikir. Kamu akan ditemani oleh banyak canda dan tawa. Mungkin tidak ada lagi yang akan mengaduh atau berharap jiwanya tertelan olehmu.

Ma... ha... kam.... Hari ini aku datang. Bukan untuk bernostalgia atau mengaduh. Bukan juga memperlihatkan canda dan tawaku. Aku datang untuk melawan. Karna ternyata meninggalkan tidak sebercanda itu.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran