Surat Dari Kami Yang Diremehkan
Apalah kami diantara mereka yang memiliki segudang pengalaman. Kami, dua perempuan, pertama kali terjun dalam hingar bingar kekotaan. Belum paham cara menarik perhatian. Apalagi dibebani tanggung jawab pelaksanaan.
Satu kata. Diremehkan. Pasang mata mereka menatap remeh ke arah kami. Sikap mereka memperlakukan remeh kepada kami. Tutur mereka berkata remeh terhadap kami.
Lantas kami. Paham dengan segala bentuk remeh yang ditujukan. Namun, kami tegar tidak peduli. Meski hunusan pedang tepat menghujani jantung. Kami berusaha tuli dan buta. Hanya terus bersugesti semua akan baik-baik saja dan cahaya mentari semakin dekat direngkuh. Sehingga senyum kami tetap indah merekah.
Saksikan dengan tawa itu kami menjadi banyak belajar. Lihat bahwa kami semakin kuat dan tegar. Tidak ada lagi keminderan atau rasa mereka lebih baik. Mereka hanya lebih dahulu menyelam dalam hiruk pikuk kekotaan. Sementara kami bersama semangat muda akan potong kontur lebih baik dari mereka. Pasti.
Jantung kami mungkin telah terhunus pedang. Kemudian pesakitannya menjadi modal keberanian. Mereka patahkan rasa ketakutan kami menjadi bara semangat untuk maju.
Kami memang anak kemarin sore tetapi tekad kuat kami telah mengakar seperti beringin ratusan tahun. Jangan salahkan kami jika kami jauh melampaui mereka. Karena mereka memberi sayatan sehingga kami berbunga. Mereka memberi panas sehingga kami menjadi hujan. Mereka suntikan virus sehingga kami dilindungi kekebalan alami.
Hormat dari kami, anak ingusan yang diremehkan...
Satu kata. Diremehkan. Pasang mata mereka menatap remeh ke arah kami. Sikap mereka memperlakukan remeh kepada kami. Tutur mereka berkata remeh terhadap kami.
Lantas kami. Paham dengan segala bentuk remeh yang ditujukan. Namun, kami tegar tidak peduli. Meski hunusan pedang tepat menghujani jantung. Kami berusaha tuli dan buta. Hanya terus bersugesti semua akan baik-baik saja dan cahaya mentari semakin dekat direngkuh. Sehingga senyum kami tetap indah merekah.
Saksikan dengan tawa itu kami menjadi banyak belajar. Lihat bahwa kami semakin kuat dan tegar. Tidak ada lagi keminderan atau rasa mereka lebih baik. Mereka hanya lebih dahulu menyelam dalam hiruk pikuk kekotaan. Sementara kami bersama semangat muda akan potong kontur lebih baik dari mereka. Pasti.
Jantung kami mungkin telah terhunus pedang. Kemudian pesakitannya menjadi modal keberanian. Mereka patahkan rasa ketakutan kami menjadi bara semangat untuk maju.
Kami memang anak kemarin sore tetapi tekad kuat kami telah mengakar seperti beringin ratusan tahun. Jangan salahkan kami jika kami jauh melampaui mereka. Karena mereka memberi sayatan sehingga kami berbunga. Mereka memberi panas sehingga kami menjadi hujan. Mereka suntikan virus sehingga kami dilindungi kekebalan alami.
Hormat dari kami, anak ingusan yang diremehkan...
Don't worry about that. Tampar mereka dengan prestasimu, mbak.
BalasHapusHarus itu ✊
HapusAnggap aja lagi nginjek kerikil2 kecil di jalan, bentae lagi jalan mulus akan kau lewati. Tuh udah keliat. heheh. Semangat Mblo!
BalasHapusSiap 86 Mblo 😁
Hapus
BalasHapusJantung kami mungkin telah terhunus pedang.
Macam goblin....eh galfok😊😊😊😊
Hihihi...kawid demam goblin juga :D :D
HapusOrang kota memang sok, ya? Apalagi sama wong ndeso...
BalasHapusBukan karena kotanya Bah, karena harta dan kekuasaannya..hoho
HapusOrang kota memang sok, ya? Apalagi sama wong ndeso...
BalasHapusLike this :)
BalasHapusMakasih bun :D
Hapus