Jadikan Big Break Sebagai Bounce Back
Seperti iman, menulis pun sering kali naik turun. Ada waktu dimana jemari tak sanggup menelurkan aksara karena tak ada ide atau semacamnya. Pasti itu hanya alasan. Kondisi sebenarnya karena tidak ada motivasi dalam jiwa.
Motivasi dalam jiwa. Tentu setiap apa-apa yang kita kerjakan selalu berlandaskan motivasi. Entah itu dari luar atau dalam diri sendiri. Entah itu paksaan (buatan) atau lahir secara alami. Seperti Abraham Maslow (1943-1970) mengemukakan teori motivasi seseorang dalam piramida kebutuhan. Jadi tidak akan ada reaksi jika tidak ada motivasi atau pendorong.
Hal tersebut tidak terkecuali pada kegiatan menulis. Ketika hilang motivasi maka tidak akan ada menulis. Mungkin ini yang dikenal dengan Big Break (istirahat besar). Sepanjang apa big break yang dialami bergantung pada seberapa lama motivasi itu hilang. Sehari, dua hari, seminggu, sebulan atau setahun atau bertahun-tahun.
Bagaimana menghentikan big break? Jawabannya sederhana. Temukan motivasi. Diawali dengan pertanyaan mendasar 5W1H dalam menulis. Hadirkan kembali keinginan kuat yang berujung pada hasrat dan kemauan untuk kembali menelurkan aksara.
Terlihat mudah tapi tidak sesederhana itu. Mungkin ini adalah posisi jatuh saat penulis tidak mampu menulis. Kehilangan mood, sulit fokus atau ngeri melihat lembaran putih. Tenang. Cukup jadikan big break sebagai bounce back (memantul kembali).
Pertama, introspeksi diri terhadap sebab hilangnya motivasi. Mungkin kita menulis untuk sebuah penghargaan atau gaya-gayaan. Bahkan bisa jadi untuk sekedar eksistensi bukan pada esensi. Jadi mari mulai kembali meluruskan niat dalam menulis. Ini adalah setengah energi untuk bounce back.
Terakhir, serap banyak-banyak rasa humanis dari lingkungan. Sedih, kecewa, pengharapan, bahagia, tawa, senyum, dendam, cemburu, marah, haru, sakit, malas, lupa, bingung dan lain-lain. Ini adalah setengah lagi energi untuk bounce back.
Keberhasilannya akan terlihat dari sejauh apa bounce back tercipta. Kita tetap sebagai penentu, pembuat pilihan, aktor utama, pembuat keajaiban dan pembuka kesempatan. Jangan terlalu lama berpikir. Jangan terlalu dalam merenungkan. Jika tidak berusaha menawarkan solusi.
Tetap menulis. Lanjutkan ingin menulis. Karena banyak suara yang tidak terdengar oleh telinga tapi mampu tertangkap oleh mata lalu turun ke hati. Maka 'Sampaikanlah dariku walau cuma satu ayat - HR. Bukhari'.
######
Sebaris salam dari penulis
Aku bercermin
Lalu aku lihat
Big break menggelayut mesra di pundak
Sudah berapa lama? Kataku
Beberapa hari terakhir, jawabnya
Aah... kalau begitu
Waktuku untuk melepasmu
Aku ingin bounce back tinggi
Lebih tinggi dari sebelum kamu datang
Motivasi dalam jiwa. Tentu setiap apa-apa yang kita kerjakan selalu berlandaskan motivasi. Entah itu dari luar atau dalam diri sendiri. Entah itu paksaan (buatan) atau lahir secara alami. Seperti Abraham Maslow (1943-1970) mengemukakan teori motivasi seseorang dalam piramida kebutuhan. Jadi tidak akan ada reaksi jika tidak ada motivasi atau pendorong.
Hal tersebut tidak terkecuali pada kegiatan menulis. Ketika hilang motivasi maka tidak akan ada menulis. Mungkin ini yang dikenal dengan Big Break (istirahat besar). Sepanjang apa big break yang dialami bergantung pada seberapa lama motivasi itu hilang. Sehari, dua hari, seminggu, sebulan atau setahun atau bertahun-tahun.
Bagaimana menghentikan big break? Jawabannya sederhana. Temukan motivasi. Diawali dengan pertanyaan mendasar 5W1H dalam menulis. Hadirkan kembali keinginan kuat yang berujung pada hasrat dan kemauan untuk kembali menelurkan aksara.
Terlihat mudah tapi tidak sesederhana itu. Mungkin ini adalah posisi jatuh saat penulis tidak mampu menulis. Kehilangan mood, sulit fokus atau ngeri melihat lembaran putih. Tenang. Cukup jadikan big break sebagai bounce back (memantul kembali).
Pertama, introspeksi diri terhadap sebab hilangnya motivasi. Mungkin kita menulis untuk sebuah penghargaan atau gaya-gayaan. Bahkan bisa jadi untuk sekedar eksistensi bukan pada esensi. Jadi mari mulai kembali meluruskan niat dalam menulis. Ini adalah setengah energi untuk bounce back.
Terakhir, serap banyak-banyak rasa humanis dari lingkungan. Sedih, kecewa, pengharapan, bahagia, tawa, senyum, dendam, cemburu, marah, haru, sakit, malas, lupa, bingung dan lain-lain. Ini adalah setengah lagi energi untuk bounce back.
Keberhasilannya akan terlihat dari sejauh apa bounce back tercipta. Kita tetap sebagai penentu, pembuat pilihan, aktor utama, pembuat keajaiban dan pembuka kesempatan. Jangan terlalu lama berpikir. Jangan terlalu dalam merenungkan. Jika tidak berusaha menawarkan solusi.
Tetap menulis. Lanjutkan ingin menulis. Karena banyak suara yang tidak terdengar oleh telinga tapi mampu tertangkap oleh mata lalu turun ke hati. Maka 'Sampaikanlah dariku walau cuma satu ayat - HR. Bukhari'.
######
Sebaris salam dari penulis
Aku bercermin
Lalu aku lihat
Big break menggelayut mesra di pundak
Sudah berapa lama? Kataku
Beberapa hari terakhir, jawabnya
Aah... kalau begitu
Waktuku untuk melepasmu
Aku ingin bounce back tinggi
Lebih tinggi dari sebelum kamu datang
Istilah baru nih. Bounce back. Keren.
BalasHapusSemoga kita bisa menjadi pegiat literasi yang menginspirasi. Aamiin. Tetap semangat ya mbak :)