Sebuah Ikatan

Ikatan yang diawali dari sebuah janji suci untuk menjadi kesatuan dalam mahligai keluarga memang tidak mudah dibangun. Bagaikan membangun sebuah rumah, pernikahan juga harus memiliki bahan-bahan yang kokoh agar tidak mudah runtuh. Setiap bahannya harus dipilih dan dicermati dengan standar terbaik yang kita miliki.

Beberapa waktu yang lalu, aku duduk di salah satu bangku bus antar kota. Ketika itu, seorang wanita sambil menggendong bayi yang usianya belum juga genap setahun, duduk di sampingku. Wanita dengan guratan keriput samar di tubuhnya yang nampak.

Bus mulai berjalan meninggalkan bus lain di terminal. Aku mulai memperbaiki posisi duduk untuk bersiap memejamkan mata. Meskipun terpejam tetapi aku masih sadar dan mendengarkan bayi di sampingku menangis.

Aku lihat wanita ini berusaha menidurkan bayinya kembali. Namun tangis si bayi justru bertambah keras. Dengan sigap, susu dalam botol dimasukan ke dalam mulut si bayi. Suasana mulai hening karena tangis bayi mereda. Perlahan si bayi tertidur kembali.

Aku hanya mengamati saja apa yang dilakukan wanita di sampingku. Suatu saat nanti aku akan mengalami apa yang wanita ini alami, pikirku. Setelah meletakan botol susu dalam tas bayi, wanita ini menoleh ke arahku dan tersenyum.

"Kamu sudah menikah?" Tanya wanita ini.

"Belum, Bu," jawabku.

"Nanti kalau nikah, jangan nikah cuma gara-gara umur atau cuma karena senang sama cowoknya. Ini lihat cucu Ibu, kasian masih kecil masih butuh banyak biaya tapi Ayahnya masih kayak bujangan aja. Seenaknya sendiri, tidak mikirin nanti-nanti bakal gimana," ceritanya sambil mengelus si bayi.

Aku hanya membalas perkataan wanita ini dengan tersenyum. Merasa suasana menjadi canggung, aku beranikan diri untuk membuka percakapan kembali.

"Ayahnya pergi, Bu? Lalu mamahnya kemana? Kok bisa bersama Ibu?" Tanyaku basa-basi.

"Ya itulah, Ayahnya ada di rumah mungkin sedang tidur-tiduran. Biasa pengangguran tidak ada kerjaan. Bundanya, anak Ibu, sedang kerja sekarang. Seorang guru, masih honorer, ya gaji tidak seberapa pastinya. Makanya, Ibu kasian sama cucu Ibu," terawangnya jauh.

"Ohh...Sekarang Ibu mau ke mana?" Rasanya aku mulai iba dengan kondisi mereka. Si bayi masih tertidur pulas. Lucu sekali.

"Ibu mau ke rumah anak Ibu yang pertama, mau menjaga cucu Ibu juga karena mama papanya mau dinas keluar kota dan pembantunya sedang pulang kampung. Jadi, Ibu bawa dia juga, kalau ditinggal nanti tidak ada yang mengurus."

"Wah, Ibu hebat sekali!" Sambutku.

"Begitulah. Karena banyak berdoa, Ibu jadi kuat saja menjalani ini semua. Jika bukan karena kuasa Tuhan dan sayangnya Ibu ke anak, Ibu tidak mau memikirkan permasalahan ini. Tapi, namanya Ibu, walaupun sudah repot sekali mengurus anak sedari kecil. Sekarang sudah besar harus direpotkan dengan anaknya, seorang ibu tidak akan pernah merasa keberatan sedikitpun. Mungkin Tuhan sudah menciptakan ketangguhan itu kepada para ibu." Lanjut wanita ini dengan tersenyum.

Teduh sekali melihat senyum wanita ini. Aku tahu sudah banyak pengalaman hidup yang dia alami hingga mencapai puncak kedewasaan seperti ini. Guratan keriput wanita ini adalah bukti betapa tangguhnya dia.

Percakapan kami berakhir karena aku sudah sampai di tempat tujuanku. Percapakan singkat yang sarat pesan kehidupan. Kini, bagiku, pernikahan jauh lebih dalam dari sekedar ikatan dan janji. Pernikahan bukan hanya untuk bersenang-senang. Namun, ketika memutuskan untuk siap menjalaninya, kita juga harus siap dengan segenap kedewasaan dan pemikiran yang lebih panjang ke depan.

Komentar

  1. Subhanallah..kisah inspiratif...plajaran bagi yg blm nikah..inti dr mnikah adalah saling brtanggung jwab dan mmnuhi hak antara istri dn suami..jika tidak mmbangun itu, hasilny sperti kisah diatas...kuat dan tabah beneer ibu itu...salutt...di share di FB bagus lo mbak..biar pada tau... :)

    BalasHapus
  2. jadi baper....moga kita dihindarkan dari hal yang demikian

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran