Ara
Sembilu belati menghantam bersama dengan tusukan air hujan di sekujur tubuhku. Air mata yang bercampur air hujan berlomba memasuki rongga mulut. Baru saja aku saksikan kemelut basa basi dunia yang fana ini. Dimana pada akhirnya yang tersisa adalah pernyataan betapa Tuhan teramat memercayai manusia.
--------------------
Sore tadi, Ara dan ibunya pergi ke salah satu rumah di kompleks pertanian. Rumah itu dihuni oleh keluarga yang terbilang besar, ada nenek, ayah, ibu dan kelima anaknya yang masih usia sekolah. Ibu Ara berniat meminta uang sewa mobil yang berbulan-bulan belum juga dibayar kan oleh sang kepala keluarga pemilik rumah itu. Maklum, Ibu Ara adalah seorang janda, jadi Ara lah sebagai anak tertua yang mengantar ibunya menagih uang tersebut.
Ara sudah yakin bahwa ini hanya sia-sia tapi karena rasa kasihnya kepada ibu, maka Ara dengan senang hati mengantarkan. Pucuk dicinta ulampun tiba2. Sesampainya di sana, seribu alasan yang intinya tidak ada uang untuk membayar sewa mobil tersebut. Meskipun sesekali terdapat perdebatan yang panjang diantara keduanya, Ibu Ara lebih memilih pulang dengan tangan kosong.
Ara hanya bisa kesal dalam hati melihat kelakuan sang pemilik rumah. Bahkan terlintas di pikirannya untuk mengatakan pada ibunya agar menyedekahkan Mobil tersebut untuk mereka. Mengingat kondisi keluarga mereka kurang secara finansial. Namun, pikiran itu dibuang jauh-jauh karena Ara tidak ingin mempersulit keadaan.
Kejadian ini bukan pertama kalinya terjadi. Ibu Ara sering kali harus menjadi seperti pengemis untuk meminta haknya. Padahal tak pernah sedikitpun Ibu Ara mengusik hak mereka. Ara berulang kali berpikir apa lantaran status ibunya sehingga hal demikian sering terjadi? Kembali Ara hanya terdiam tidak mau merusak keadaan.
Merasa tidak mendapatkan hasil apapun, Ibu Ara mengajak Ara untuk pulang saja. Waktu juga sudah semakin larut. Pamit dari keluarga itu, Ara dan ibunya disambut oleh guyuran hujan. Ah...tidak ada jas hujan di bagasi motor. Jadilah Ara dan Ibunya bermandikan hujan di sepanjang perjalanan pulang.
-------------------
Ara mendatangiku. Kegemetar tubuhnya basah diguyur hujan. Aku berikan dia handuk agar lebih hangat. Kemudian aku tersentak oleh tangisnya yang meradang.
Dalam tangisnya, samar aku temukan cerita hidupnya dan ibundanya. Memang tidak mudah menjalani hidup ini tanpa iman, kataku dalam hati.
Tangis Ara belum juga reda. Bahkan dia tertidur sambil mengigau. Namun, aku sedikit banyak tahu bagaimana perjuangan ibundanya.
Hidup memang tidak cukup adil bagi mereka. Meski demikian, mereka tidak pernah menyerah dan terus percaya bahwa Tuhan Maha Baik. Dalam tidurnya Ara menginggau agar Tuhan segera memapankan hidupnya sehingga ibundanya tidak perlu lagi bekerja sekeras ini.
Linu aku melihat Ara yang begitu sedih. Aku hanya mampu membuat tidurnya lebih nyaman dengan merapatkan selimut di tubuhnya.
--------------------
Lima tahun kemudian. Ara sudah hidup lebih dari cukup. Ibunya tidak perlu lagi menjadi seperti pengemis meminta haknya. Kini Ara mampu membahagiakan masa tua ibunya.
Semenjak malam itu, Ara bekerja sangat keras. Tidak mengenal waktu dan hari. Ara benar-benar berjuang tanpa lelah. Ara pernah patah tapi itu membuatnya semakin kuat. Penderitaannya selama ini justru menjadi bahan bakar semangat untuk jadi lebih baik.
--------------------
Sore tadi, Ara dan ibunya pergi ke salah satu rumah di kompleks pertanian. Rumah itu dihuni oleh keluarga yang terbilang besar, ada nenek, ayah, ibu dan kelima anaknya yang masih usia sekolah. Ibu Ara berniat meminta uang sewa mobil yang berbulan-bulan belum juga dibayar kan oleh sang kepala keluarga pemilik rumah itu. Maklum, Ibu Ara adalah seorang janda, jadi Ara lah sebagai anak tertua yang mengantar ibunya menagih uang tersebut.
Ara sudah yakin bahwa ini hanya sia-sia tapi karena rasa kasihnya kepada ibu, maka Ara dengan senang hati mengantarkan. Pucuk dicinta ulampun tiba2. Sesampainya di sana, seribu alasan yang intinya tidak ada uang untuk membayar sewa mobil tersebut. Meskipun sesekali terdapat perdebatan yang panjang diantara keduanya, Ibu Ara lebih memilih pulang dengan tangan kosong.
Ara hanya bisa kesal dalam hati melihat kelakuan sang pemilik rumah. Bahkan terlintas di pikirannya untuk mengatakan pada ibunya agar menyedekahkan Mobil tersebut untuk mereka. Mengingat kondisi keluarga mereka kurang secara finansial. Namun, pikiran itu dibuang jauh-jauh karena Ara tidak ingin mempersulit keadaan.
Kejadian ini bukan pertama kalinya terjadi. Ibu Ara sering kali harus menjadi seperti pengemis untuk meminta haknya. Padahal tak pernah sedikitpun Ibu Ara mengusik hak mereka. Ara berulang kali berpikir apa lantaran status ibunya sehingga hal demikian sering terjadi? Kembali Ara hanya terdiam tidak mau merusak keadaan.
Merasa tidak mendapatkan hasil apapun, Ibu Ara mengajak Ara untuk pulang saja. Waktu juga sudah semakin larut. Pamit dari keluarga itu, Ara dan ibunya disambut oleh guyuran hujan. Ah...tidak ada jas hujan di bagasi motor. Jadilah Ara dan Ibunya bermandikan hujan di sepanjang perjalanan pulang.
-------------------
Ara mendatangiku. Kegemetar tubuhnya basah diguyur hujan. Aku berikan dia handuk agar lebih hangat. Kemudian aku tersentak oleh tangisnya yang meradang.
Dalam tangisnya, samar aku temukan cerita hidupnya dan ibundanya. Memang tidak mudah menjalani hidup ini tanpa iman, kataku dalam hati.
Tangis Ara belum juga reda. Bahkan dia tertidur sambil mengigau. Namun, aku sedikit banyak tahu bagaimana perjuangan ibundanya.
Hidup memang tidak cukup adil bagi mereka. Meski demikian, mereka tidak pernah menyerah dan terus percaya bahwa Tuhan Maha Baik. Dalam tidurnya Ara menginggau agar Tuhan segera memapankan hidupnya sehingga ibundanya tidak perlu lagi bekerja sekeras ini.
Linu aku melihat Ara yang begitu sedih. Aku hanya mampu membuat tidurnya lebih nyaman dengan merapatkan selimut di tubuhnya.
--------------------
Lima tahun kemudian. Ara sudah hidup lebih dari cukup. Ibunya tidak perlu lagi menjadi seperti pengemis meminta haknya. Kini Ara mampu membahagiakan masa tua ibunya.
Semenjak malam itu, Ara bekerja sangat keras. Tidak mengenal waktu dan hari. Ara benar-benar berjuang tanpa lelah. Ara pernah patah tapi itu membuatnya semakin kuat. Penderitaannya selama ini justru menjadi bahan bakar semangat untuk jadi lebih baik.
man jadda wa jadda
BalasHapusman jadda wa jadda \o/\o/\o/
HapusSosok 'aku' ini siapa ya, MBak? Penasaran aku :)
BalasHapusAtau ini mau dibuat cerita bersambung?
Belum kepikiran cerita bersambung, hehe..
HapusSi Aku gak jelas ya? Makasih untuk krisannya
Bagus mbak alur critany...prjuangan seorang anak yg berbakti kpd rang tua....trharu bacanya...
BalasHapus