Tak Kuasa
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/ |
"Api semangat di sanubarimu, meski kecil jangan pernah padamkan dia," kataku.
Kamu masih tidak peduli dan tidak juga kunjung menghadapkan wajahmu ke arahku.
"Aku harus apa? Untuk menghilangkan sakit hatimu pada dunia?" kataku lagi nyaris memohon.
Kamu tetap tidak bergeming. Aku tahu kepalamu memang 'batu' tetapi aku yakin hatimu tidak. Aku percaya kamu yang tidak pernah terlihat peduli tetapi memikirkannya dalam hati. Aku ingin tetap berbicara. Membuatmu sadar bahwa kamu tidak pernah sendiri. Atau setidaknya membuat amarahmu meledak agar aku paham apa isi hatimu sebenarnya.
"Aku tahu kamu pernah disakiti lalu terluka. Semua orang juga seperti itu, termasuk aku. Kamu hanya tidak tahu bagaimana orang-orang itu berusaha keras mengobati luka itu. Beberapa sembuh, beberapa tidak bisa bertahan, tetapi bekas luka itu tidak pernah hilang dan setiap orang selalu punya pilihan untuk itu. Termasuk aku yang memilih untuk berdamai pada luka dan bekas luka yang tidak pernah bisa hilang itu. Dan, aku meski tidak berhak, aku ingin kamu memilih itu juga," tangisku pecah.
Entah apa yang ada dipikiranmu. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin berbicara. Terus berbicara. Berbicara jujur untuk diriku sendiri. Dan, tentu untukmu juga.
"Aku di sini karena aku peduli dan percaya pada dirimu, tetapi kamu bahkan tidak pernah peduli dan percaya pada dirimu sendiri. Jadi buat apa aku masih tetap di sini," kataku akhirnya.
Sudah cukup bagiku untuk berbicara. Tidak ada satu katapun terucap darimu. Kamu memang tidak peduli lagi. Aku sudah tidak sabar lagi menghadapi kelakuanmu. Aku hanya ingin pergi sekarang. Pergi selama-lamanya.
Tangisku semakin pilu. Hatiku nyeri tidak habis pikir. Bahkan ketika aku pergi, kamu tidak melakukan apapun. Aku tahu kamu seorang yang cuek, tetapi dalam kondisi seperti ini tidak bisakah kecuekan itu hilang. Kini aku mengerti apa arti diriku bagimu.
Hanya kamar ini tempat berpulang paling nyaman. Aku rebahkan semua perih dan sesak yang menyiksa di sepanjang perjalanan pulang. Aku relakan semua sakit masuk bersama tarikan dalam napasku. Air mata yang tak kunjung berhenti, aku biarkan saja menguap.
Hidungku tersumbat karena tangis. Mataku berbayang karena luapan air mata. Namun, aku masih bisa mendengar ponselku berbunyi. Suara pesan masuk. Segera aku gapai dan aku buka sebuah pesan darimu. Aku semakin penasaran. Dalam pesan singkat itu tertulis:
Jika Tuhan mengijinkan luka itu sembuh, kenapa harus melalui kamu? Aku bisa menyembuhkannya sendiri dengan caraku!
Pesan yang teramat singkat dan aku tidak mengerti apa maksud dari pesan tersebut. Aku lelah. Aku tidak ingin tertidur dan membayangkan wajahmu lagi di sana. Apa dayaku sekarang? Aku memang tidak bisa mengubah siapapun. Siapapun termasuk kamu. Aku hanya berkuasa pada pilihanku dan itupun ketika Tuhan juga mengijinkannya.
Komentar
Posting Komentar