Sengketa Pemerintah Dengan Warga Sipil

Pemerintah tidak pernah ada jika tidak ada warga sipil. Pemerintah tentu tidak akan ada jika tidak ada yang mau diperintah. Pemerintah dan warga sipil seharusnya bekerjasama membentuk siklus kehidupan pemerintahan yang tentram dan nyaman. Dan di dalam kerjasama tidak boleh ada permusuhan apalagi menjadi musuh dalam selimut.

Meski demikian, pertentangan dan pertengkaran lumrah terjadi. Tidak ada yang bisa luput dari hal itu, terutama isi kepala kita tidak mungkin pernah sama. Namun, pertentangan dan pertengkaran umumnya menjadi bumbu penyedap bagi suatu hubungan. Selain itu, hubungan yang kompleks antara pemerintah dan warga sipil tidaklah semudah menjabarkan satu ditambah satu sama dengan dua.

Pertentangan dan pertengkaran ini muncul sebagai sengketa. Mulai dari perebutan penggunaan, hak milik sampai ketidaksukaan terhadap peraturan yang berlaku. Setiap kasus yang terjadi pada akhirnya akan bermuara di meja hijau. Pemerintah dengan warga sipil bersengketa. Tentu saja tidak akan mudah mendamaikannya. Satu sisi ingin terus memperluas kekuasaannya disatu sisi membela apa yang menjadi haknya. Tidak pula bisa langsung disama ratakan siapa yang pasti bersalah dan benar. Untuk itu meja hijau sudah selayak menjadi muara seadil-adilnya di dunia.

Setiap kasus sengketa memerlupakan proses yang dalam untuk menganalisis keseimbangan antara yang keliru dan yang benar. Butuh orang-orang ahli di dalam nya atau seseorang yang rela berbagi cerita tanpa membodoh-bodohi. Kasus sengketa terbanyak terjadi pada perebutan aset lahan. Sudah barang tentu lahan merupakan hal yang paling tetap dimanapun dan kapanpun oleh siapaun. Apalagi negara kita yang lebih banyak lautnya membuat lahan semakin terdesak saja jika ada kemungkinan terjadi kenaikan air laut.

Sengketa terhadap perebutan aset lahan, biasanya terjadi karena adanya surat keterangan kepemilikan lahan atau tanah. Rata-rata sertifikat tersebut diperoleh dari hasil bagi warisan atau si yang punya merupakan ahli waris dari kepemilikan lahan tersebut. Kemudian semakin sesaknya penduduk membuat pemerintah secara sengaja atau tidak membangun unit-unit pembangunan. Seperti pos pelayanan masyarak atau sarana dan prasarana pendidikan dan hiburan. Tentu saja semua dilakukan untuk hidup yang lebih baik. Layaknya konstitusi kita mengamanatkan.

Kemudian entah salah dimana, ada saja kekurang cermatan dari kedua pihak. Contohnya seharusnya lahan tersebut milik warga sipil tapi dibangun sekolah oleh pemerintah atau lahan tersebut adalah kawasan yang dilindungi seperti kawasan hutan lindung tapi dirusak atau dirambah oleh masyarakat. Hal-hal kecil yang tidak terperhatikan ini akan menimbulkan kerugian di salah satu pihak atau bahkan untuk dua pihak.

Munculnya sengketa bisa jadi menambah pekerjaan rumah kedua belah pihak. Ditambah lagi jika setiap pihak ingin menang dalam sengketa meskipun pihak tersebut tahu bahwa telah melakukan ketidakcermatan. Intinya seharusnya sedia payung sebelum hujan, jangan sampai ada kegiatan di lahan yang tidak sesuai dengan yang harusnya. Menjadi cerdas mungkin salah satu solusinya. Jika tidak mau segalanya menjadi rumit lebih baik mulai menginventarisasi apa-apa yang menjadi kepemilikannya. Jangan langsung percaya tanpa tindak lanjut mencari tahu kebenarannya. Agar tidak ada lagi sengketa-sengketa yang bisa dicegah terjadinya.

Komentar

  1. Jadi ingat perum dekat rumah yg lagi sengketa mbak.. :(

    BalasHapus
  2. Jadi ingat perum dekat rumah yg lagi sengketa mbak.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah....semoga sengketanya diadili dengan benar dan cepat selesai ya mbak \o/\o/\o/

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran