Terlambat

Aku menatap jam di lengan kananku. Sudah 30 menit berlalu sejak perjanjian awal kita bertemu. Aku rela jika kamu tidak datang. Namun, rasa kesal di dada tetap tidak bisa aku sembunyikan. Betapa canggih teknologi saat ini, apakah sekalimat kabar tidak bisa disampaikan?

Minuman yang aku pesan sudah lumer mencair. Belum juga ada tanda-tanda kedatanganmu ke sini. Aku lihat sekali lagi gawai yang tergeletak di meja. Tidak ada notifikasi adanya pesan atau hal lain yang menyangkut kamu. Mungkin sudah saatnya aku berhenti menunggu.

Aku pulang

Pesan singkat yang langsung aku kirimkan padanya. Ceklis dua. Aku berharap segera mendapat balasan. Sepertinya hanya angan saja. Lima menit berlalu ceklis dua itu belum berubah warna. Aku benar-benar harus pergi sekarang. Tentu dengan kekecewaan.

Iya, menunggu memang tidak pernah menyenangkan. Berkali-kali kepercayaan itu aku berikan. Berkali-kali juga kamu kecewakan. Sudah cukup. Hatiku bukan ruang yang cukup untuk menerima kekecewaan yang tidak kunjung kamu berikan penawarnya.

Kamu dimana?

Pesan singkat masuk. Darimu. Aku membacanya. Sudah tiga jam dari waktu perjanjian kita bertemu. Begitulah kamu. Aku selalu menjadi pilihan dan bukan prioritas.

Jika kamu tidak berusaha untuk mempertahankan maka aku menyerah bertahan.

Pesan singkat yang langsung aku kirimkan padamu. Seketika pesan itu langsung ceklis dua berwarna biru.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran