Di Pojok Ruangan

www.wartasolo.com

"Duduklah dimanapun kamu mau duduk!" Pekikku kesal kepadamu.

Kamu yang selalu datang ke rumahku. Menggangguku dengan keanehanmu. Datang tiba-tiba pulang tanpa bicara. Sebenarnya apa yang ada dalam pikiranmu? Tak habis pikir aku jadinya.

Kini kamu duduk di pojok ruangan, seperti biasa. Aku hanya menghela napas panjang. Mencoba berkali-kali sabar pada kelakuanmu yang tidak kunjung memberikan pemahaman.

"Aku hanya akan diam di sini. Silahkan lanjutkan pekerjaanmu yang belum selesai," seperti itu lagi ucapanmu.

"Baik aku akan pergi meninggalkanmu di sini. Sendiri!!!" Jawabku ketus sambil berlalu.

Meskipun aku mencoba untuk tidak memperhatianmu. Namun, berkali-kali pandanganku tanpa sengaja mengarah padamu. Penasaran apa yang kamu lakukan. Dan selalu tidak ada. Bahkan kamu akan betah berjam-jam mematung seperti itu. Sungguh sulit dipercaya.

Aku sesekali melewatimu. Melayangkan tatapan sinis. Kamu tetap tidak bergeming. Tanpa ekspresi. Duduk mematung, seperti biasa.

Ini sudah akhir. Aku harus bertindak secepatnya. Sekarang juga!

Segera akan aku selesaikan pekerja ini. Menemuimu untuk mengakhiri semua. Aku akan membuatmu terbebas dari segala kelakuan anehmu yang semakin memuakkan. Karena enam tahun bukan waktu singkat yang membuatku belum mampu berdiri dan melangkah sendiri.

"Sudahi saja semua ini. Aku memaafkanmu!" Hardikku.

Kamu hanya menatapku kosong. Tak berucap apapun. Aku kikuk dihadapanmu. Namun, kekesalanku sudah memuncak.

"Apa kamu tidak dengar? Aku memaafkanmu. Maka pergilah!" Dengan kesal, aku tarik lenganmu bangkit.

Kini kita saling berhadapan. Aku kuyu mengamati wajahmu yang semakin banyak keriput. Air mata hangat merebak di tepi kedua mataku.

"Kamu tetap putri kecilku sampai kapanpun. Duduk di pojok ruangan ini untuk mengamatimu sepanjang hari adalah tabungan dariku sebelum aku tidak diberikan kesempatan lagi oleh Tuhan. Aku percaya kamu telah memaafkanku sesaat setelah kejadian itu. Karena dalam dirimu mengalir darah ibumu. Bidadari bagiku dan malaikat untukmu." Suara datarmu sukses mengudarakan tangisku.

Aku lamat menatap punggungmu yang berjalan menjauh. Aku berharap esok kamu akan kembali lagi. Duduk di pojok ruangan ini. Esok lusa, siapa tahu Ibu juga akan datang dan duduk di sampingmu. Nanti akan aku sediakan hidangan makanan dan minuman paling lezat di dunia. Sebagai pengganti kekejaman Ayah pada Ibu saat itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran