Nyaris Sekali

    Pernahkah kalian merasa bahwa andai kalian tetap bersama seorang teman yang kini sudah sukses? Andai ketika dia sedang merintis jalannya, kita berada disisinya untuk ikut merintis jalan kesuksesan yang sama? Andai saat itu kita tidak menyerah ikut juga merintis jalan bersamanya atau tidak mempedulikan kepentingan lain dan hanya fokus pada jalan yang sedang dirintis itu? Atau entahlah, mungkin saja seandainya kita tau bahwa jalan yang sedang dirintis itu akan menghasilkan kesuksesan? Ya... Banyak sekali andai-andai yang mungkin seandainya..
    Sekarang sadarlah!! Berandai-andai adalah kegiatan paling sia-sia yang harus kita buang jauh-jauh. Waktu kita lebih berharga dari pada harus membuat andai-andai yang tidak akan pernah ada ujungnya. Lupakan semua andai-andai dan kembalilah ke dunia nyata. Kemudian sabar dan ikhlaskan semuanya. Karena kita tidak boleh lupa segala yang terjadi dalam hidup kita sudah ditakdirkan dan tidak pernah luput dari penglihatan Nya.
    Kita boleh saja menyesali apa yang tidak kita perbuat dimasa lampau. Meskipun sesungguhnya itu bukanlah suatu kebetulan. Sayang sekali, terkadang kita lupa berusaha sekuat tenaga sehingga muncul perasaan tidak puas dan penyesalan itu. Selanjutnya, anggaplah kita lalai, gagal, dan menyesal, mengutuki diri sendiri, lalu apa? Akankah kita mengulangi hal yang sama? Tentu ini sama sekali tidak boleh dilakukan. Seharusnya kita mengambil banyak pelajaran dari sana dan memulai lagi. Iya memulai lagi, itu wajib!! Agama kita mengajarkan untuk tidak pernah berputus asa bukan?
    Kembali pada kenyataan bahwa teman kita sudah lebih dahulu sukses, padahal dahulu kita pernah (sedikit) berjuang bersama mereka. Kita sebut saja ini sebagai "Nyaris sekali". Iya kita nyaris sekali sukses sepertinya. Kita nyaris sekali bisa memiliki pengalaman mengesankan saat ini sepertinya. Nyaris sekali. Sungguh nyaris. Anggaplah seperti itu. Tapi cobalah cermati kembali, apakah pada saat itu, kita memilih jalan yang berbeda dengannya karena terpaksa atau asal saja karena kita baru saja terbangun dari tidur sehingga belum sepenuhnya sadar.
    Jika tidak, maka yakinkah diri kita bahwa yang memilih jalan ini adalah diri kita sendiri. Seperti aku sekarang. Dahulu, saat aku bersamanya...
    Dia adalah penghuni kamar asrama di depan kamarku. Aku memang melihat dia terlihat berbeda. Ada sesuatu dalam dirinya entah apa yang membuatku tertarik untuk lebih dekat dengannya. Tentu saja, karena kamar kita yang berhadapan tidak sulit bagi kami untuk lebih akrab. Kondisinya saat itu adalah dia tidak terlalu disukai oleh teman sekamarnya. Aku tidak terlalu mengerti apa yang terjadi, tapi seingatku dia sering tidak ada di kamarnya.
    Sebagai anak perantau, sudah wajar dia tidak pernah pulang di akhir pekan, tidak sepertiku. Ini alasan pertama kenapa kami akhirnya tidak lagi merintis jalan bersama. Kemudian di akhir pekan itu, dia banyak bisa melakukan kegiatan positif di kampus sehingga bisa mengasah bakat dan minatnya. Lalu aku? Tentu saja aku memilih pulang ke rumah di akhir pekan. Aku memilih keluargaku. Aku tidak menyesal karena itu. Betapa berharganya waktu bersama keluarga, meskipun tidak banyak hal yang kami lakukan tapi bisa pulang ke rumah, makan masakan ibuku, dan merasa dilimpahi banyak kasih sayang dari ibuku adalah pilihanku.
    Kesempatan berikutnya adalah sebuah kompetisi yang bisa saja kami lakukan bersama. Namun, saat itu aku tidak fokus melakukannya. Ya, aku memilih jalan lain. Namun, aku bukan tidak melakukannya, kami tetap mendaftar perlombaan itu. Sebuah perlombaan film dokumenter tingkat nasional. Jujur saja, aku tidak fokus pada saat itu, karena keterbatasanku dan ketidakmampuanku mengatasi keterbatasan. Pada saat itu, tingkat satu, aku belum diberikan kesempatan untuk membawa laptop. Ya aku tahu, keterbatasan keluargaku, membuatku harus sedikit gaptek terhadap perkembangan teknologi. Aku masih bisa memanfaatkan warnet untuk keperluan tugas atau sesekali meminjam dengan menebalkan wajahku. Aku tidak mau merepotkan keluargaku yang sudah sulit. Jadi, alasan berikutnya tentu saja hal ini.
    Kemudian, dia sempat mengajakku mengikuti salah satu organisasi di kampus tentang lingkungan. Aku sempat mengikuti kegiatannya, bahkan aku sempat akan dicalonkan menjadi dutanya di fakultas ku. Ini atas rekomendasinya. Namun, kembali lagi, aku adalah gadis pemalu saat itu, mungkin saat ini juga. Jadi, tertebakan apa yang selanjutnya terjadi? Ya, aku melepaskannya karena aku tidak suka menjadi pusat perhatian, aku tidak suka dikenal oleh banyak orang, aku tidak suka menjadi duta atau model atau apalah itu namanya. Aku adalah gadis biasa. Aku pun baru menyadarinya sekarang ternyata aku memang pemalu sekali dan itu yang sepertinya membuatku tidak berkembang dengan pesat. Itulah jalan yang aku pilih. Aku memilih bekerja dalam diam seperti air.
    Lalu, terakhir aku melihatnya, seingatku, adalah saat kami ditingkat akhir. Dia mengajakku untuk ikut bertemu dengan seseorang, aku lupa itu siapa, dia juga mengajakku berdiskusi tentang sebuah perusahaan start up yang bergerak di bidang lingkungan. Aku cukup tertarik mendengar kisahnya saat itu. Aku tahu dia telah melalui banyak pengalaman luar biasa. Sementara aku tak henti mengaguminya, dia berlalu dengan tergesa-gesa. Iya, saat pertemuan terakhir kami, dia sudah cukup matang untuk sedikit lagi menuju kesuksesannya. Kemudian aku, aku memilih untuk mengunci obrolan kami. Suatu saat nanti, aku akan bekerja keras untuk tahu apa yang kamu lakukan, ujarku dalam hati. Aku melanjutkan fokusku saat itu, yaitu tugas akhir. Tidak mudah berpacu dengan waktu mengerjakan tugas akhir itu. Aku memilih, menyelesaikan tugas akhirku karena aku tidak ingin merepotkan orang yang membayar biaya kuliahku.
    Nyaris sekali bukan? Begitulah jalan hidup kami. Aku memilih dan dia pun memilih. Ini memang takdir yang indah. Saat ini, dia sibuk mengejar lagi cita-citanya, dan aku sibuk memulai lagi. Aku mencoba, akan terus mencoba, dan sangat mencoba, untuk tidak terus terbatas dan terkurung dalam batasan-batasan itu. Aku memilih untuk keluargaku tentu saja. Lalu aku pun akan memilih untuk keluargaku lagi. Aku tetap berusaha mencari jalan untuk mencapai kesuksesaan dengan tetap memilih keluargaku. Kamu, temanku, yang nyaris saja kita sukses bersama, aku turut bangga atas prestasimu. Kamu akan jadi inspirasi dan semangatku kelak.
    Kita memang tidak pernah tahu bagaimana masa depan kita. Itu adalah misteri yang indah. Namun, kita tetap bisa mengusahakannya, intinya jangan sampai ada penyesalan. Kita juga tidak pernah tahu bahwa takdir mungkin akan membawa kita ke sana tetapi dalam kurung waktu yang berbeda. Jadi, nikmati saja. Karena semuanya sudah dibuat seadil-adilnya. Kita hanya harus semakin belajar memformulasikan antara usaha, sabar, ikhlas dan kedisiplinan. Semangat sekali lagi untuk kita yang tidak akan pernah berhenti berjuang dan mencoba memulai lagi, lagi, dan lagi. Ya habiskan seluruh jatah kegagalan selagi masih muda. Keep smile and don't be afraid!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran