Negeriku

    Kemarin saat menghadiri suatu seminar hasil penelitian salah satu lembaga yang fokus pergerakannya pada kebijakan di daerah, aku tersadar akan suatu hal. Saat itu, aku dan teman sekantorku berkesempatan menggantikan ketua lembaga kami. Aku senang juga karena bisa memperoleh informasi baru. Tentu saja, undangan yang datang bukan sembarang orang. Mereka ahli dan sudah banyak pengalaman berkecimpung dalam bidang ini. Lagi-lagi aku merasa kecil sekali. Namun, aku harus banyak menyerap informasi dari sini.
    Singkatnya dalam seminar tersebut menyebutkan bahwa dari 3 Kabupaten yang menjadi tempat penelitian ditemukan produk unggulan yaitu Kakao. Sedikit info tentang Kakao (biji coklat). Selama ini Indonesia masih belum bisa mengolah Kakao menjadi produk jadi. Indonesia baru cukup handal mengekspor biji coklatnya. Selain itu, Indonesia masih belum mampu juga memenuhi kebutuhan dunia. Petani Kakao umumnya, membiarkan saja pohon kakao tumbuh sendiri, tanpa ada perawatan intensif. Seperti halnya di ketiga kabupaten yang menjadi lokasi. Memang bisa dibilang awareness terhadap produk-produk yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pokok sehari-hari kita agaknya kurang diperhatikan.
    Berlanjut pada acara seminar. Salah satu undangan yang hadir adalah pengurus penting asosiasi kakao. Pemaparannya mengenai nilai-nilai kakao secara gamblang diutarakan. Sungguh berapi-api sekali. Bahkan aku tidak berkedip sekalipun saat itu. Salah satu pernyataan yang paling aku ingat hingga saat ini adalah beliau menyatakan bahwa peraturan pemerintah harusnya membuat seluruh kabupaten di Indonesia menanam Kakao karena berdasarkan data pada tahun sekian akan terjadi defisit besar terhadap kakao.
    Apakah kalian melihat sedikit keanehan dalam pernyataannya? Atau hanya aku yang terlalu perasa dalam menyikapi ini? Menurutku, ini pernyataan yang wajar dari seorang petinggi suatu organisasi. Ya tentu saja mendahulukan kepentingan organisasinya, kakao. Namun, dalam acara seumum ini, yang mungkin bukan hanya berisi orang-orang penggiat kakao, seperti aku (read: not freak), akan berpikiran bahwa ini terlalu egois. Sekali lagi aku tegaskan bahwa ini adalah pemikiran orang awam yang masih harus banyak belajar.
    Seandainya beliau tidak terlalu menggebu-gebu, mungkin pernyataan yang hiperbola seperti itu tidak akan keluar. Memang itulah salah satu sifat manusia kan, sombong dan sok tahu (aku juga suka seperti itu :D). Namun, tetap saja pernyataan itu didengar oleh seluruh undangan yang datang termasuk kepada ku. Kemudian muncullah kegelian pikiranku ini. Berikut kisah singkatnya.
    Bukankah pernyataan beliau terlalu egois dan mementingkan ego sektoral? Jika benar pemerintah membuat kebijakan bahwa kakao harus ditanam di seluruh kabupaten di Indonesia maka habis lah lumbung padi dan bahan pangan lainnya yang kita butuhkan. Atau yang lebih anti mainstream lagi adalah tidak ada lahan lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok kita. Apakah benar itu yang dicita-citakan.
    Sekali lagi, kembalilah para cendekia-cendekia berbudi luhur dengan kerendahan hati dan pribadi yang gemar berbagi. Ingatlah tidak ada yang abadi di dunia ini. Ingatlah betapa semu dan kecil hidup kita. Entah timbunan kekayaan segunung tidak akan mampu membayar ketidak sanggupanmu untuk bermanfaat bagi orang lain. Kasian sekali, mereka yang hanya dibutakan oleh satu pandangan kuda, tak lihatkah dia mungkin di samping kiri, kanan, dan belakangnya sedang terluka dan membutuhkan pertolongan?
    Ini negeriku, aku adalah pemudi dari negeriku. Jika harus merubahnya, pertama yang akan aku ubah adalah diriku. Diriku yang tidak boleh mengikut jejak kaki kalian yang tidak pernah peduli. Mungkin kalian visionaris tapi kalian lalai membawa hati kalian dalam visi itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran