Menutup Pintu Masa Lalu
Pagi ini sudah keseruput kopi pahit yang masih panas itu. Cukup perih membakar ujung lidah, tapi tak cukup kuat melelehkan hatiku yang sedang kacau. Salah siapa sudah stalking di pagi hari buta. Lalu atas takdir Tuhan malah melihat sebuah postingan yang mengacaukan mood.
Benar juga ya. Rumput tetangga kadang tampak lebih hijau. Benar juga ya. Mudah sekali membuat diri ini langsung iri pada kehidupan orang lain. Benar juga ya. Harapan dari kenangan itu rupanya masih tersimpan di kotak yang paling penting.
Padahal kukira, aku sudah rela dan ikhlas dengan semua. Padahal kukira, aku telah mengubur dia lalu kubiarkan pusaranya dipenuhi rumput ilalang. Padahal kukira, aku akan bahagia dengan jalan takdirku sendiri.
Ternyata aku masih saja kembali pada titik yang sama. Nyatanya, aku tidak pernah bersyukur atas apa yang sudah aku alami dan miliki sekarang. Senangkah diriku sekarang, dengan semua yang sudah aku lakukan?
Semua pikiran tersebut langsung meringsek masuk dalam otak. Seperti layar tancap yang mulai memutar film lama. Setiap waktu dari masa lalu terpampang jelas di hadapanku.
"Sungguh aku berlindung dari godaan setan yang terkutuk!" umpatku.
Segera aku minum kopi di meja hingga hanya menyisakan ampas hitam pekatnya. Sigap aku gapai gawai yang tak jauh dari sana. Kembali aku kutuk benda kecil itu. Lalu seperti menghafal Al-Qur'an, aku ulangi setiap kalimat dengan penuh penegasan.
"Aku tak akan kembali ke masa itu! Tak akan pernah! Dan aku sudah sangat bahagia dengan semua yang Tuhan berikan padaku hingga detik ini!"
Dan bimsalabim. Dalam seketika, seluruh mestaku kembali tenang. Aku kembali melihat betapa indah hidup yang aku miliki saat ini. Aku merasakan lagi segala kenikmatan dan kekuasaan Tuhan yang begitu berlimpah dan amat sangat banyak telah terjadi dengan cara yang menakjubkan.
Tiba-tiba kedua mataku tertutup oleh sepasang telapak tangan yang cukup besar. Terasa hangat sekali. Senyumku mengembang secara otomatis. Aku mengenal harum tubuh yang kini mendekapku dari belakang.
"Kita sarapan yuk!" ajaknya.
Aku mengangguk setuju. Lalu berdiri mengikuti langkah kakinya yang panjang menuju meja makan. Di sana sudah tersaji nasi goreng spesial dengan hiasan mentimun dan tomat.
"Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan wahai diri...." batinku.
Di detik ini juga aku berjanji. Kali ini adalah yang terakhir kali aku memiliki rasa busuk begini. Aku tak mau lagi kembali ke masa lalu. Aku ingin menutup pintu masa lalu itu. Lalu aku menguncinya dengan kunci yang tak terlihat yang kini sudah aku lempar jauh entah ke mana.
Pintu itu tidak akan pernah terbuka untuk selamanya. Kecuali Tuhan membuat isinya keluar begitu saja. Tatap masa depan dan berbagai hal indah yang bisa terjadi. Demi diri. Demi kamu. Demi anak-anak kita nanti.
Komentar
Posting Komentar