Memetik Senyummu

Pongah. Malam itu bintang sangat dekat dengan langit. Meskipun bulan masih jadi terang yang paling sendu. Tetap gelap menjadi juara satu.

"Mah, mungkin cinta kita tidak bisa seperti cinta anak gedongan. Walaupun begitu kamu tahu aku rela memberi seluruh nafas ini."

Danto sudah tidak ingin bungkam lagi pada cintanya. Berbulan memendam rasa, kini dia tidak ingin lagi tersiksa. Biar saja malam marah karena pujangga cintanya memilih manusia.

Wanita di hadapannya diam seribu bahasa. Entah takut atau malu pada pemilik pertigaan penghubung desa, kota dan rumahnya. Yang jelas, wanita ini sedang berpikir sebab akibat dari tindakan yang akan diambilnya.

"Kamu paling tahu bagaimana aku mengejar cintamu. Pertigaan ini bahkan menjadi saksi, Mah. Tidak akan ada yang berani menyakitimu. Katakan apa pendapatmu?"

"Pertigaan ini milikmu maka tanamlah apapun di sini."

"Maksudmu?"

"Petik senyumku. Jika kamu berhasil maka Tuhan pun tidak punya kuasa atas kita."

"Nyalimu sungguh besar. Persis permaisuri negeri seberang. Aku tidak akan berbuat apapun kecuali semesta ini yang mengatur. Pergilah! Akan kupetik senyummu dalam shalat malamku. Aku tidak ingin merebut siapapun yang sudah ada pemiliknya."

Tanpa banyak percakapan, Halimah pergi meninggalkan Danto dalam sepi. Halimah berjalan di pertigaan. Lalu memilih jalan menuju kota.

"Mah, nyalimu sungguh besar. Bahkan kamu rela meninggalkan suami dan anakmu untuk mendapatkan cinta gedongan. Akan kupastikan senyum anak-anak kita meskipun tanpamu."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EOA GOLD, Investasi Emas Dunia Akhirat

Mengenal Sereal Umbi Garut, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi

Unlogic Birth dalam Al Quran