Meletakan Kembali
"Tuhan, bagaimana membuat anakku mengerti betapa berat beban yang harus aku tanggung. Aku tidak ingin mereka tahu dan ikut memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya mereka pikirkan," ratapku di tengah malam.
Aku hanya ingin mengadu pada-Nya. Supaya harap dalam jiwa ini tak salah dihempaskan. Karena rasa kecewa itu sering kali akibat ulahku sendiri yang selalu ingin lebih.
"Ma...."
Aku hapus segera air mata yang mengalir. Suamiku butuh dukungan penuh untuk menghadapi semua ini. Tentu air mataku akan melemahkannya.
"Iya Pa? Kok Papa bangun? Ada apa?"
Untunglah tidak ada mata ke-4 yang dikenakannya. Aku bisa bebas melahap setiap garis di wajahnya. Lalu diam-diam membiarkan hatiku jatuh cinta lagi.
"Makasih ya Ma untuk semuanya. Mama selalu kuat buat Papa. Papa tahu Mama itu rapuh makanya dulu Papa pilih Mama biar Papa bisa jadi laki-laki sejati. Hehe...."
Bagaimana aku ini? Menangis sambil ikut tertawa mendengar ocehannya. Air mataku lengkap tak bisa terbendung. Aku putuskan diam sembari menggenggam tangannya yang besar dan kasar tapi hangat.
"Papa mau minta sama Mama untuk jadi Mama yang dulu. Papa udah gak kuat lihat Mama sok kuat. Apa Mama pikir Papa akan kuat liat Mama diam-diam nangis terus tiap malam? Papa memang salah, diawal Papa malu kalau direngekin Mama, tapi ternyata Papa butuh itu. Papa butuh lihat Mama nangis terus ngerengek ini itu tentang hal yang gak bisa Papa lakuin. Karena setelah itu Papa akan lebih bisa jadi laki-laki lagi untuk gak bikin Mama nangis."
Aku memeluknya erat. Bukan karena kalimatnya yang selalu lugu tetapi karena malam ini dia begitu banyak bicara. Aku memang perasa dan dia menyukai itu. Lalu selama ini aku sok kuat justru aku lupa bahwa aku sedang melemahkannya. Jadi, biarkan wanita ini lemah seperti qadarnya untuk dilindungi dan dipimpin laki-laki kuat seperti qadarnya.
Aku hanya ingin mengadu pada-Nya. Supaya harap dalam jiwa ini tak salah dihempaskan. Karena rasa kecewa itu sering kali akibat ulahku sendiri yang selalu ingin lebih.
"Ma...."
Aku hapus segera air mata yang mengalir. Suamiku butuh dukungan penuh untuk menghadapi semua ini. Tentu air mataku akan melemahkannya.
"Iya Pa? Kok Papa bangun? Ada apa?"
Untunglah tidak ada mata ke-4 yang dikenakannya. Aku bisa bebas melahap setiap garis di wajahnya. Lalu diam-diam membiarkan hatiku jatuh cinta lagi.
"Makasih ya Ma untuk semuanya. Mama selalu kuat buat Papa. Papa tahu Mama itu rapuh makanya dulu Papa pilih Mama biar Papa bisa jadi laki-laki sejati. Hehe...."
Bagaimana aku ini? Menangis sambil ikut tertawa mendengar ocehannya. Air mataku lengkap tak bisa terbendung. Aku putuskan diam sembari menggenggam tangannya yang besar dan kasar tapi hangat.
"Papa mau minta sama Mama untuk jadi Mama yang dulu. Papa udah gak kuat lihat Mama sok kuat. Apa Mama pikir Papa akan kuat liat Mama diam-diam nangis terus tiap malam? Papa memang salah, diawal Papa malu kalau direngekin Mama, tapi ternyata Papa butuh itu. Papa butuh lihat Mama nangis terus ngerengek ini itu tentang hal yang gak bisa Papa lakuin. Karena setelah itu Papa akan lebih bisa jadi laki-laki lagi untuk gak bikin Mama nangis."
Aku memeluknya erat. Bukan karena kalimatnya yang selalu lugu tetapi karena malam ini dia begitu banyak bicara. Aku memang perasa dan dia menyukai itu. Lalu selama ini aku sok kuat justru aku lupa bahwa aku sedang melemahkannya. Jadi, biarkan wanita ini lemah seperti qadarnya untuk dilindungi dan dipimpin laki-laki kuat seperti qadarnya.
Komentar
Posting Komentar