Dua Awan
Senin, 8 Agustus 2016. Letih aku selonjorkan kakiku selepas berkendara motor sepulang kerja. Entahlah, rasanya hari ini lumayan melelahkan. Aku sandarkan tubuhku pada bahu ibuku yang duduk di sampingku. Saat itu ada keluarga kecil mbakku. Sepertinya sedang membicarakan hal serius. Namun, aku tidak menunjukan ketertarikan dan hanya mendengarkan sambil merebahkan badanku sekali lagi.
Sepintas aku dengar terjadi permasalahan di keluarga kecil mbakku. Seperti biasa, persoalan financial keluarga baru. Beberapa artikel yang pernah aku baca, mengatakan keluarga baru akan mengalami ketidakstabilan finansial karena banyak kekagetan-kekagetan tertentu yang menambahkan pengeluaran atau lain sebagainya. Urusan remeh temeh sampai harus menabung untuk biaya anak.
Kali ini rasanya cukup berbeda. Abang iparku mengeluh ingin berhenti dari pekerjaannya. Setelah banyak ditelisik oleh ibuku, ternyata suasana kerjanya sudah tidak lagi bersahabat. Memang, suasana kerja adalah bagian penting yang membuat kita menyenangi dan mau terus bekerja di tempat tersebut. Aku setuju sekali dengan itu.
Kemudian mulai terungkat seperti apa kondisinya. Mirisnya adalah mbakku tidak pernah diceritakan persoalan ini. Dari nada suaranya aku yakin mbakku menahan tangis sedih karena tahu sebab dari keanehan suaminya belakangan ini. Dan aku hanya berekspresi tidak peduli, tetapi aku mendengarkan percakapan itu.
Sedikit aku kisahkan. Bagiku, lebih tepat jika aku tidak ikut campur dalam permasalahan ini. Aku hanya akan bersuara jika dimintai saran atau persoalan yang berkaitan dengan ibuku. Selama itu tidak berdampak pada ibuku, aku tidak ingin ikut campur. Namun, rasa sayangku kepada mbakku tetap membawa perasaan sedih dalam hati. Bagaimanapun aku mendoakan agar keluarga barumu selalu diridhoi Allah SWT. Satu awan kecil melanda hatiku.
Sedih rasanya jika aku hanya terus mendengar kisah pilu itu. Sudah saatnya aku pergi agar perbincangan ini mendapatkan solusi. Tentunya bukan dariku. Aku lebih memilih pergi karena aku yakin mereka membutuhkan keleluasaan itu.
Aku naik ke kamarku. Lalu menemui adikku. Hari ini adalah hari pengumuman SPMB nya. Seharusnya aku tau ini akan terjadi. Namun, aku tidak sadar jika kejadiannya akan sangat menyedihkan. Satu-satunya adikku ini sedang bergelut memasuki dunia perkuliahan. Mendaftar dan tes dari satu PTN ke PTN lainnya. Membuka pertemanan baru karena rasa senasib dalam berjuang memasuki PTN.
Hari ini, aku buka pengumumannya di situs website yang telah ditentukan. Ternyata seperti dugaan kami, adikku tidak lolos. Awalnya biasa saja. Beberapa saat kemudian aku teringat perkataan salah satu teman baiknya yang sering kali datang ke rumah. Dia bercerita bahwa adikku merasa sedi sekali karena terus gagal dalam penyaringan tersebut. Adikku memang cukup tertutup sama sepertiku. Namun, dia lebih baik karena memiliki kakak yang bawel sepertiku ini.
Aku tinggalkan adikku sebentar untuk mandi. Selanjutnya, ketika aku kembali ke kamar. Aku lihat dia sedang menutupi dirinya. Dia menangis. Aku coba cek handphonenya, ternyata teman baiknya yang sering kali ke rumah itu berhasil lolos. Bahkan di handphonenya aku lihat ada juga temannya yang lain yang juga lolos. Beberapa teman dekatnya yang lain mengucapkan kesedihan karena mengetahui adikku tidak lolos. Semua perkara itu terakumulasi menjadi kesedihan yang semakin pahit untuk adikku.
Aku menghela napas. Sesak juga rasanya dadaku melihat kejadian ini. Aku pikir ini memang yang terbaik. Allah memberikan sedikit kesulitan untuknya agar dia mulai menjadi lebih kuat dan dewasa. Dia sudah 17 tahun, sudah saatnya melihat realita kehidupan agar dia tangguh esok harinya. Aku akan terus mengawasinya, sedikit memberi penghiburan dan mungkin tidak membantu sama sekali. Namun, aku akan selalu ada untuknya. Sekuat tenaga yang aku punya. Satu awan kecil itu ada lagi.
Hari ini dua awan datang ke keluargaku. Sedikit menutupi cahaya matahari yang cerah. Cahaya matahari itu tidak berpindah, hanya saja dua awan ini menghalangi sinarnya ke rumah kami. Hei dua awan cepatlah pergi dan bergantilah menjadi pelangi, doaku lekat dan dalam.
Malam datang. Kesedihan adikku tampaknya masih meradang. Aku turun dan melihat abang iparku pergi. Katanya dia akan melihat usaha teteh yang beberapa waktu lalu mulai membantu di rumah kami. Sedih pikirku. Tapi, mereka pasti menemukan jalan yang terbaik. Mbakku mulai menanyakan saran usaha yang berpeluang. Aku sadar ini bukanlah lelucon dan gurauan seperti biasanya. Aku berikan saran terbaik yang aku punya. Mungkin tidak membantu tapi aku akan selalu siap saat kalian butuh tenagaku.
Selanjutnya, cahaya matahari yang luar biasa itu mampu menembus disela-sela dua awan. Tuhan terima kasih membuat cahaya matahari begitu kuat. Beberapa saat kemudian, abang iparku pulang membawa kue dan pizza. Katanya hari ini adalah hari anniversary 1th pernikahannya, Senyum terukir di wajahnya. Cukup menghangatkan suasana dingin malam itu akibat seharian dilanda hujan. Satu demi satu mereka tersenyum, tertawa meski aku yakin sembilu-sembilu kelunya kesedihan sesaat yang lalu masih jelas menganga.
Adikku mulai ikut berkumpul, masih dilanda kesedihan. Bahkan beberapa kali air matanya tak kuasa dia bendung. Kami percaya bahwa dengan bersama dua atau lebih awan yang datang akan mampu ditembus oleh cahaya matahari kami (Allah SWT). Malam ini kami tahu bahwa kami saling menguatkan. Malam ini, di dalam hati, tanpa saling berkata dan memberi tahu, kami berikrar untuk saling menjaga. Memberikan senyuman untuk membuat yang lain ikut tersenyum. Ibu, Keluarga baru mbakku, Aku, dan Adikku, akan terus mencoba bertahan dalam pesakitan untuk terus menunggu cahaya matahari itu menembus awan dan mulai membentuk pelangi indah untuk kami.
Malam ini, dua awan, terasa tidak berarti bersama mereka. Semoga kebersamaan kita akan terus kuat sampai Allah memberikan kita pelangi dunia dan akhirat. Ibu tetaplah kuat dan semoga diberikan panjang umur. Keluarga baru mbakku semoga perkara ini bisa disyukuri karena ada perkara keluarga lain yang menurutku lebih sulit. Adikku teruslah bermimpi, semoga akhirnya mimpimu dipeluk oleh Sang Pencipta. Terakhir, untuk diriku...tetaplah menulis untuk mengabadikan hidup kami.
Terimakasih kepada Sang Pencipta...
"Awan yang datang bisa hilang dengan dua kemungkinan. Pertama terbawa angin berpindah ke tempat lain. Kedua menjatuhkan hujan ringan hingga lebat dan membentuk pelangi. Semoga hilangnya awan karena perkara yang kedua, karena perkara pertama akan membuat tempat lain tertutup awan bahkan tempat kita bisa saja menjadi tujuan pindahnya awan dari tempat lainnya."
"Awan yang datang bisa hilang dengan dua kemungkinan. Pertama terbawa angin berpindah ke tempat lain. Kedua menjatuhkan hujan ringan hingga lebat dan membentuk pelangi. Semoga hilangnya awan karena perkara yang kedua, karena perkara pertama akan membuat tempat lain tertutup awan bahkan tempat kita bisa saja menjadi tujuan pindahnya awan dari tempat lainnya."
Komentar
Posting Komentar