TERIMA KASIH SAHABAT
Benar-benar tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Hari-hari menuntut ilmu dan mengerjakan tugas telah meninggalkan berjuta kenangan dalam berbagai rasa. Kini saatnya kami memasuki babak baru sebagai mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Hujan yaitu penulisan tugas akhir atau skripsi.
Seperti
banyak diceritakan abang dan teteh kakak tingkat kami, meskipun sudah sering
mengerjakan laporan dan tugas selama kuliah, penulisan tugas akhir ini entah mengapa
akan terasa sulit dan lebih melelahkan. Mungkin karena harus berhubungan dengan
dosen pembimbing atau harus mengerjakannya secara mandiri atau mungkin karena
beban sebagai researcher sehingga
kami extra hati-hati dan teliti dalam
mengerjakannya. Begitupun aku dan sahabatku Ana.
Sejak
Masa Perkenalan Fakultas (MPF), kami sudah saling mengenal karena kami dalam
satu regu MPF atau yang disebut juga se-AK (Anggota Keluarga). Ditambah lagi
ternyata kami satu departemen, maka berlanjutlah hubungan persahabatan kami.
Ana telah melakukan penelitian untuk bahan skripsinya bersamaan dengan kegiatan
Praktek Kerja Lapang (PKL) sehingga Ana lebih dahulu lulus. Sedangkan aku masih
berkutat dengan Proposal Penelitian untuk bisa ke tahap selanjutnya karena di
lokasi PKL tidak memperbolehkan dilakukannya penelitian.
“An,
sudah gue putuskan, gue mau penelitian di Banten tepatnya di DAS Cidanau.
Kayaknya gue bakal sering merepotkan lu,” kataku melalui telepon setelah
akhirnya proposal penelitianku disetujui oleh dosen pembimbing skripsiku.
“Bagus!!
Cepet dimulai biar cepet beres, nanti lu ke rumah gue, kita jalan-jalan ke
Pantai Anyer. Lu kan suka tuh ke pantai, anggap aja hadiah setelah lu
bersusah-susah di lokasi penelitian,” ucapnya dengan riang dari seberang. Iya.
Ana memang luar biasa. She’s always there
for me.
Setelah
persiapan alat dan bahan untuk penelitian, pakaian dan surat-surat penting, aku
berangkat sendiri dari kosanku dengan satu tas ransel besar dan tas kecil yang
aku jinjing sendiri. Aku pikir semua akan mudah dan baik-baik saja. Ternyata,
perjalananku dari Kota Hujan ini menuju desa di hulu DAS Cidanau bagaikan
musafir yang mencari mata air. Namun, semangat dan tekadku tidak boleh luntur.
Aku harus bertahan karena setelah kesulitan pasti ada kemudahan, setelah
penderitaan pasti ada kesenangan “pantai”. Selalu aku ingatkan diriku akan
semilirnya angin di pantai, birunya laut, ombak yang berlomba mencapai daratan,
pasir pantai yang lembut dan kebesaran Tuhan yang tiada tandingannya yaitu sunset.
Setelah
tiga hari diperantauan penelitian, menginap di rumah penduduk desa yang
berganti-ganti bahkan pendamping lapangku pun ikut berganti, menjejaki
langkahku dari hutan rakyat yang satu menuju hutan rakyat berikutnya, hingga
semangatku meredup pada malam terakhir aku diantarkan pendamping lapangku ke
terminal bus antar kota di lokasi penelitianku. Sebelumnya Ana telah memanduku
melalui sms tentang rute perjalanan
menuju rumahnya. Aku mulai mencari bus dengan tujuan tersebut, tetapi pemberhentianku
bukanlah di lokasi akhir pemberhentian bus ini.
Perjalananku
menuju rumah Ana tak semulus yang aku perkirakan. Aku mudah menghafalkan jalan
tetapi tidak untuk di malam hari. Akhirnya aku turun di pemberhentian yang
salah. Aku panik dan lelah membawa barang-barangku yang semakin berat karena
lembab. Aku telepon Ana dan begitulah Ana, tetap dewasa dan tenang. Ana tidak
pernah menutup teleponnya hingga aku bertemu dengannya di persimpangan jalan
yang mulai sepi.
Malam
itu adalah salah satu malam istimewa dalam hidupku. Pada malam itu kami
bercerita banyak hal yang belum pernah aku dengar sebelumnya tentang dirinya. Ana.
Banyak sekali pelajaran yang telah dia berikan untukku. Saat kami mulai menguap
dan mengantuk, “Yuk tidur! Besok pagi, loe masih harus ke kantor buat ambil
data. Sorenya baru kita berangkat lihat sunset.”
Rasanya semua kelelahanku hilang dan aku tidur dengan senyum mengembang.
Keesokan
harinya setelah berpetualang di kota mengambil data, kami bersiap menuju Pantai
Anyer. Untung saja Ayah Ana mau meminjamkan motornya untuk kami kendarai menuju
Pantai Anyer. Rumah Ana memang berada di kawasan industri Cilegon yang letaknya
tidak jauh dari tepi pantai, sekitar sejam jika mengendarai motor. Salah satu
lokasi paling indah menurut Ana di Pantai Anyer adalah wilayah Sambolo. Tanpa pikir
panjang aku langsung melajukan motor kami menuju ke PANTAI SAMBOLO.
Tiba disana,
lokasinya sangat indah dan sepi. Hanya ada beberapa orang yang kemungkinan
rumahnya tidak jauh dari sini. Hari ini bukanlah hari libur, jadi saat yang
tepat untuk menikmati kemegahan objek wisata ini. Semua yang ada melebihi apa
yang aku pikirkan kemarin, lebih hebat dan menakjubkan, dari pasirnya hingga
pemandangannya. Kami ber-selfie ria,
berlarian, bermain air, membuat istana pasir, menulis di pasir, membuat video
lucu, bahkan menertawai sepasang kekasih yang mengejar sendalnya yang terbawa
ombak.
Penderitaan
sudah terbayarkan. Lunas. Bahkan lebih. Ini adalah kebahagiaan yang sederhana,
tanpa pacar tetapi bersama sahabat. Jauh lebih indah. Meskipun sunset tidak juga terlihat karena sore
itu langit tampak muram. Tapi, bersamamu sahabat duniaku tidak runtuh. Terima kasih
sahabat.
Cerpen
ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen dari Tiket.com dan nulisbuku.com #FriendshipNeverEnds #TiketBelitungGratis
could you maybe put a translator on this page? I would love to read your posts as we have similar interests but I speak English. x
BalasHapuscould you maybe put a translator on this page? I would love to read your posts as we have similar interests but I speak English. x
BalasHapus