Sedikit Tersadar
Hallo pembaca! Rasanya sudah lama sekali jari-jari ini tidak berbagi kisah. Rindu rasanya. Tapi, apalah daya, terkadang yang dipikrkan tidak sampai hati untuk dituliskan. Bukan karena ketidakinginan untuk berbagi, namun kebulatan tekad yang akhirnya terkalahkan oleh rasa malas. Berbeda dengan malam ini. Tekadku kuat menyala, ingin rasanya aku tuliskan kejadian ini. Kejadian yang membuatku sedikit tersadar.
Seperti yang sudah sering aku katakan. Aku adalah pemimpi, tapi bukan pemimpi seperti tokoh-tokoh hebat di Laskar Pelangi atau Negeri 5 Menara. Aku seluruhnya seorang pemimpi, putri tidur, putri dalam khayalan, putri yang membuat dunianya sendiri, atau putri idealis yang tidak pernah dewasa. Mungkin karena itu Tuhan menegurku. Berpikir bahwa poros dunia adalah diriku. Berpikir bahwa tanpaku dunia ini akan kehilangan. Berpikir bahwa orang disekitarku akan merasa kurang bahagia tanpa adanya kehadiranku. Tetapi, nampaknya malam ini bukannya semakin lelap bermimpi, aku malah sedikit tersadar. Meski sedikit, hal ini cukup membuat mataku terbuka. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Inilah kisahnya.
Aku memang tidak memiliki banyak teman. Aku yang cuek hanya memiliki segelintir orang terdekat disekitar yang tergolong dalam ikatan keluarga dan pertemanan. Beberapa teman berhasil masuk dalam zona persahabatan seperti Tinus dan Gogo, selanjutnya agak sedikit rendah adalah Dwi, Rio, Ino dan Eli. Sedikit dibawahnya ya beberapa yang masih suka bertanya kabar. Sebatas bertanya kabar, dan membalas salam. Selebihnya bertemanan karena lingkungan. Aku memang cukup tertutup dengan urusan pribadiku. Entah kenapa. Menurut asumsi pemikiranku, ini mungkin disebabkan karena aku tidak bangga terhadap diriku sendiri atau merasa apa yang terjadi denganku pasti tidak penting untuk mereka dan satu hal lagi adalah karena Tuhan sangat baik menutupi aibku.
Meskipun begitu, aku belajar untuk terbuka dan membuka diri. Segala yang aku resahkan, aku bagi ke mereka (Tinus dan Gogo). Selayaknya seorang sahabat, berbincang, bertelpon, berpesan atau saling bertukar informasi melalui media sosial sudah bukan lagi hal janggal yang kami lakukan. Aku merasakan kenyamanan bersama mereka. Bersama kenyamanan itu, aku pun memberikan yang terbaik yang bisa aku lakukan untuk mereka. Segalanya yang bisa aku lakukan. Aku pikir, ini akan terus berjalan seperti ini sampai kita memiliki anak dan cucu nanti. Kami akan saling ada untuk yang lainnya dalam keadaan apapun. Begitulah yang aku mimpikan.
Namun, hari ini mereka menunjukan padaku, bahwa ada orang terkasih yang harus lebih didahulukan, yaitu Keluarga dan Pasangan Hidup. Hanya sesederhana itu. Sesederhana itu, hal yang tidak pernah aku bayangkan. Hal tersebut tidak akan pernah diajarkan di sekolah manapun di dunia. Pelajaran yang hanya bisa diketahui dari kegiatan berinteraksi sosial. Sekali lagi, aku pertegas, bahwa aku kini sedikit tersadar, dalam realita hidup, sahabat hanyalah tempatmu berbagi setelah keluarga dan pasangan hidupmu tercukupi kehidupannya. Ini adalah skala prioritas baru yang harus aku buat dalam kamus hidupku. Dahulukan keluarga, pasangan hidup, sahabat dan teman lainnya.
Tidak hanya itu, aku juga tersadar bahwa tempat terkekal yang tidak akan pernah meninggalkanmu adalah Tuhan. Tuhan tidak akan pernah sibuk dengan urusan keluarga maupun pasang hidup. Tuhan selalu ada, kapanpun dan dimanapun kamu butuh, Tuhan selalu hadir. Bahkan disaat kita melupakannya, Tuhan selalu ada untuk aku dan kita. Kebetulan pagi tadi aku membaca sebuah broadcast yang berkisah mengenai hati yang jernih. Isi dari kisahnya adalah bagaimana kita menanggapi suatu kejadian, masalah atau apapun dengan hati yang positif. Ketika ingin marah pada orang lain karena bertindak yang tidak sesuai dengan harapan kita, doakanlah agar dia tidak merasakan apa yang kita rasakan dan jangan sampai kita yang bukanlah siapa-siapa menjadi penghalang mereka masuk ke surga.
Kejadian hari ini benar-benar sedikit menyadarkanku. Membuat diriku ingin lebih dekat dengan Tuhan. Semoga ada sedikit pembelajaran yang bisa pembaca petik dari kisahku ini. Semoga ini bisa menjadi salah satu ladang amal untukku.
Seperti yang sudah sering aku katakan. Aku adalah pemimpi, tapi bukan pemimpi seperti tokoh-tokoh hebat di Laskar Pelangi atau Negeri 5 Menara. Aku seluruhnya seorang pemimpi, putri tidur, putri dalam khayalan, putri yang membuat dunianya sendiri, atau putri idealis yang tidak pernah dewasa. Mungkin karena itu Tuhan menegurku. Berpikir bahwa poros dunia adalah diriku. Berpikir bahwa tanpaku dunia ini akan kehilangan. Berpikir bahwa orang disekitarku akan merasa kurang bahagia tanpa adanya kehadiranku. Tetapi, nampaknya malam ini bukannya semakin lelap bermimpi, aku malah sedikit tersadar. Meski sedikit, hal ini cukup membuat mataku terbuka. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Inilah kisahnya.
Aku memang tidak memiliki banyak teman. Aku yang cuek hanya memiliki segelintir orang terdekat disekitar yang tergolong dalam ikatan keluarga dan pertemanan. Beberapa teman berhasil masuk dalam zona persahabatan seperti Tinus dan Gogo, selanjutnya agak sedikit rendah adalah Dwi, Rio, Ino dan Eli. Sedikit dibawahnya ya beberapa yang masih suka bertanya kabar. Sebatas bertanya kabar, dan membalas salam. Selebihnya bertemanan karena lingkungan. Aku memang cukup tertutup dengan urusan pribadiku. Entah kenapa. Menurut asumsi pemikiranku, ini mungkin disebabkan karena aku tidak bangga terhadap diriku sendiri atau merasa apa yang terjadi denganku pasti tidak penting untuk mereka dan satu hal lagi adalah karena Tuhan sangat baik menutupi aibku.
Meskipun begitu, aku belajar untuk terbuka dan membuka diri. Segala yang aku resahkan, aku bagi ke mereka (Tinus dan Gogo). Selayaknya seorang sahabat, berbincang, bertelpon, berpesan atau saling bertukar informasi melalui media sosial sudah bukan lagi hal janggal yang kami lakukan. Aku merasakan kenyamanan bersama mereka. Bersama kenyamanan itu, aku pun memberikan yang terbaik yang bisa aku lakukan untuk mereka. Segalanya yang bisa aku lakukan. Aku pikir, ini akan terus berjalan seperti ini sampai kita memiliki anak dan cucu nanti. Kami akan saling ada untuk yang lainnya dalam keadaan apapun. Begitulah yang aku mimpikan.
Namun, hari ini mereka menunjukan padaku, bahwa ada orang terkasih yang harus lebih didahulukan, yaitu Keluarga dan Pasangan Hidup. Hanya sesederhana itu. Sesederhana itu, hal yang tidak pernah aku bayangkan. Hal tersebut tidak akan pernah diajarkan di sekolah manapun di dunia. Pelajaran yang hanya bisa diketahui dari kegiatan berinteraksi sosial. Sekali lagi, aku pertegas, bahwa aku kini sedikit tersadar, dalam realita hidup, sahabat hanyalah tempatmu berbagi setelah keluarga dan pasangan hidupmu tercukupi kehidupannya. Ini adalah skala prioritas baru yang harus aku buat dalam kamus hidupku. Dahulukan keluarga, pasangan hidup, sahabat dan teman lainnya.
Tidak hanya itu, aku juga tersadar bahwa tempat terkekal yang tidak akan pernah meninggalkanmu adalah Tuhan. Tuhan tidak akan pernah sibuk dengan urusan keluarga maupun pasang hidup. Tuhan selalu ada, kapanpun dan dimanapun kamu butuh, Tuhan selalu hadir. Bahkan disaat kita melupakannya, Tuhan selalu ada untuk aku dan kita. Kebetulan pagi tadi aku membaca sebuah broadcast yang berkisah mengenai hati yang jernih. Isi dari kisahnya adalah bagaimana kita menanggapi suatu kejadian, masalah atau apapun dengan hati yang positif. Ketika ingin marah pada orang lain karena bertindak yang tidak sesuai dengan harapan kita, doakanlah agar dia tidak merasakan apa yang kita rasakan dan jangan sampai kita yang bukanlah siapa-siapa menjadi penghalang mereka masuk ke surga.
Kejadian hari ini benar-benar sedikit menyadarkanku. Membuat diriku ingin lebih dekat dengan Tuhan. Semoga ada sedikit pembelajaran yang bisa pembaca petik dari kisahku ini. Semoga ini bisa menjadi salah satu ladang amal untukku.
Komentar
Posting Komentar